Minta Anggaran Besar, Bapenda Purwakarta Tidak Tahu Diri?

JABARNEWS | PURWAKARTA – Ketua Ormas Manggala Garuda Putih (MGP) Ramdan sangat menyayangkan statemen Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Purwakarta Nina Herlina saat rapat bersama Komisi II DPRD setempat.

Dalam rapat tersebut, Nina beralasan tidak tercapainya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor tambang mineral bukan logam batuan (MBLB) karena tidak memiliki alat ukur. Dimana alat ukur tersebut harganya berkisar Rp1,5 Miliar.

“Masa gara-gara tidak punya alat menjadi alasan PAD tidak tercapai. Sungguh ironis alasan yang diberikan Kepala Bapenda Purwakarta itu,” kata Ramdan melalui keterangan tertulis yang diterima Jabarnews.com, Selasa (12/11/2019).

Baca Juga:  Tanggapan Ridwan Kamil Ditanya Soal Masuk Daftar Calon Presiden pada Pemilu 2024

Ramdan menilai apa yang dikatakan Kepala Bapenda Purwakarta tersebut menggambarkan dirinya bukan pejabat yang kompeten. Seharusnya pihak Bapenda lebih berperan aktif meningkatkan PAD ketimbang membeli alat dengan harga yang mencapai Rp1,5 Miliar.

Kendati tidak memiliki alat yang disebutkan, banyak cara lain yang bisa dilakukan, salah satunya menempatkan satu orang tenaga harian lepas (THL) di setiap perusahaan tambang yang ada di Purwakarta.

Ramdan pun menduga jangan-jangan ada setoran ke oknum pribadi orang Bapenda sehingga tidak mau diganggu dan lebih senang dengan kondisi yang ada saat ini, yaitu tidak menempatkan petugas disetiap tambang dan hanya menerima laporan saja dari pihak pengusaha tambang.

Baca Juga:  Ridwan Kamil Kaji Rute Kereta Gantung yang akan Lintasi Kawasan Bandung Raya

“Sekali lagi saya tegaskan, jawaban yang disampaikan Kepala Bapenda Purwakarta itu bukan jawaban seorang pejabat. Saya minta kepada Bupati Purwakarta untuk mengganti Kepala Bapenda saat ini karena dinilai tidak berkompeten sebagai seorang pejabat,” ucap Ramdan.

Sementara itu, Ketua Studi Purwakarta, Hikmat Ibnu Aril, menyebutkan ada beberapa pendapatan yang rentan terjadi dugaan kebocoran di Purwakarta, seperti kategori pajak tambang.

Dugaan kerentanan terjadi saat pengusaha tambang melaporkan hasil produksi yang tidak sesuai fakta penjualan sebenarnya.

Hal itu terjadi karena keterbatasan petugas dari penagih pajak yang tidak standby di lokasi tambang, yang bisa mencatat transaksi penjualan hasil tambang setiap harinya.

Baca Juga:  Sempat Kabur, Pengedar Sabu Simalungun Akhirnya Ditangkap

“Kedua, kategori pajak restoran. Polanya mirip dengan pajak tambang tadi. Nilai maksimal perolehan atas penjualan produk restoran tidak sesuai dengan yang dilaporkan,” ungkap Aril.

Sebagai penutup Aril menuturkan, ketimbang pihak Bapenda Purwakarta membeli alat yang harganya mahal tersebut lebih baik menempatkan petugas di lokasi tambang. Namun dipastikan terlebih dahulu petugas tersebut bisa menjalankan tugas dengan baik, jangan sampai petugas yang ditempatkan pihak Bapenda Purwakarta “masuk angin” juga. (Red)