Jadi Petani Di Zaman Now? Ini Suara Warga Majalengka

JABARNEWS | MAJALENGKA – Mayoritas kalangan muda-mudi yang baru lulus sekolah, masih memilih untuk bekerja di pabrik-pabrik atau kantoran. Padahal, bila digeluti secara serius, menjadi petani pun bisa mendatangkan rupiah yang hampir sama dengan bekerja di pabrikan atau kantoran.

Salah seorang pemerhati‎, yang juga pengelola pertanian di wilayah Kedungsari, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka, Rudi Sulistiyo, mengatakan, pertanian saat ini menjadi isu yang cukup seksi. Alasannya, untuk meningkatkan ketercukupan pangan di Indonesia.

Baca Juga:  Keren! Kecamatan di Purwakarta ini Gelar Lomba Lagu Kiarapedes Lewat Daring

“Sehingga, para ahli pertanian semakin dicari saat ini. Saya contohnya, mengelola pertanian dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, hasilnya bisa memuaskan,” ungkapnya, Senin (24/2/2019).

Dikatakannya, perpaduan antara ilmu pengetahuan dan teknologi sejatinya diterapkan untuk kemajuan pertanian dan hasil pangan. Tanpa itu, maka hasil-hasil pertanian akan semakin ketinggalan zaman.

“Oleh karenanya, sebagai petani dan hobi dalam pertanian, masyarakat petani juga harus mendalami teknologi terkini. Untuk diterapkan dalam pertanian,” ungkapnya.

Baca Juga:  Laka Lantas di Km 80 Tol Purbaleunyi

Rudi menambahkan, saat ini di tempatnya sedang ada mahasiswa yang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL). Diharapkan setelah mereka menimba ilmu secara langsung, teori dan wawasan mereka kelak bisa digunakan secara nyata di lapangan.

“Untungnya, saat ini masih ada sebagian kecil yang tertarik pada pertanian. Sejumlah mahasiswa tengah PKL di sini. Itu kabar baik.” ujarnya.

Sementara itu, kalangan muda yang enggan terjun ke pertanian, salah satunya Ahmad, mengatakan, untuk menjadi petani itu terlalu berat di era milenial saat ini. Sejumlah kendala seperti pestisida yang mahal tidak sebanding dengan penjualan harga padi yang murah.

Baca Juga:  Asyiik! DPRD Provinsi Jabar Dilantik

“Oleh karenanya, jangan salahkan pemuda-pemudi yang enggan jadi petani. Banyak petani di kita menjerit ketika panen, karena dihargai murah. Sementara obat pestisida sangat mahal. Berbeda sekali dengan puluhan tahun lalu,” ungkapnya. (Rik)

Jabarnews | Berita Jawa Barat