Sekda DKI Jakarta Sebut Monas Belum Pernah Diresmikan Presiden

JABARNEWS | JAKARTA – Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menyatakan Monumen Nasional (Monas) belum pernah diresmikan oleh presiden siapapun karena belum selesai proses pembangunannya hingga saat ini termasuk keinginan Bung Karno soal patung banteng.

“Monas itu belum pernah selesai, dan dari presiden pertama sampai sekarang belum pernah ada yang meresmikan Monas, mungkin kalau proyek ini nanti selesai, satu dua tahun, mungkin tiga tahun, bisa diresmikan oleh presiden,” kata Saefullah di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/1/2020).

Saefullah menyebutkan bahwa Presiden pertama Indonesia, Soekarno yang menginisiasi pembangunan monumen untuk menggambarkan idealisme bangsa Indonesia itu, menginginkan adanya patung banteng di setiap sudut tugu Monas.

“Bung Karno ingin, di setiap sudut Monas, ini ada banteng, ini belum terlaksana, dan belum ada catatan di sejarah kita Monas ini diresmikan oleh presiden, belum ada, jadi pembangunan nya memang belum selesai, dan pada 2019 kami garap sisi selatan,” katanya.

Revitalisasi Monas kini, kata Saefullah, adalah karya pemenang sayembara yang diselenggarakan Pemprov DKI Jakarta pada akhir 2018 hingga awal 2019 yang disebutnya masih mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) 25 tahun 1995 yang disebutkannya akan dilaporkan pada presiden setelah revitalisasi rampung atau bukan sebelum revitalisasi dimulai.

Baca Juga:  HAB Ke 74, Kemenag Purwakarta Gelar Jalan Sehat Pedesaan

“Setelah hasil sayembara selesai, Monas selesai sesuai dengan hasil sayembara, gubernur sebagai ketua badan pelaksana, sangat pantas dan wajib memberikan laporan formal tertulis pada presiden, dengan kata-kata ‘pak Monas saya sudah selesaikan seperti ini apakah bapak berkenan meresmikan? atau ada saran apa ya kami pasti kerjakan,” ucap Saefullah.

Dihimpun dari berbagai sumber, Monumen Nasional (Monas) diketahui memang cita-cita Soekarno yang ingin membangun sebuah monumen untuk mengingatkan rakyat pada perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaannya. Walau awalnya dipendam, akhirnya pada 1954, mulai dilakukan upaya realisasi.

Di tahun tersebut, Soekarno melontarkan ide dan membentuk panitia yang lalu setahun kemudian menggelar sayembara desain monumen. Sebanyak 51 gambar usulan rencana desain masuk, namun tidak ada yang dinyatakan sebagai pemenang pertama. Yang ada hanya pemenang kedua, yakni karya arsitek F Silaban.

Kurang puas, pada 1960, panitia kembali menggelar sayembara. Kali ini sebanyak 136 karya usulan desain masuk. Namun meski pilihannya sudah naik 150 persen dari sebelumnya, Presiden Soekarno ternyata masih belum menemukan desain yang cocok, bahkan pada tahun itu hanya menghasilkan pemenang ke-3.

Baca Juga:  Polres Purwakarta Berikan Penghormatan Terakhir kepada Aipda Juanda Barus

Akhirnya, Soekarno berinisiatif mengajak arsitek dan insinyur-insinyur terkemuka Indonesia saat itu, F Silaban, Soedarsono dan Rooseno berdiskusi. Dia memaparkan bentuk lingga dan yoni, yang merupakan perlambang khas kebudayaan Indonesia, sebagai bentuk dasar monumen berikut dengan patung-patung di sekitarnya yang menunjang fungsi dan tujuan dari Monas nantinya.

Dari paparan Soekarno, masing-masing insinyur memformulasikannya dalam bentuk karya desain. Kebetulan Soekarno merasa condong dengan karya Soedarsono.

Desain final atas karya Soedarsono pun dibuat. Monas dalam bentuk lingga dan yoni raksasa akan tepat berada di tengah eks lapangan Ikada. Di empat penjuru pintu masuknya akan dibuat patung-patung yang menggambarkan periode revolusi Indonesia.

• Di utara – Patung Diponegoro menunggang kuda (karya prof Cobertaldo, dipasang 1965)

• Di pintu masuk Timur Laut – Patung perebutan kekuasaan bumi pertiwi dari tangan Jepang

Baca Juga:  Inilah Bahaya serta Efek dari Penggunaan Sabu

• Di pintu masuk Tenggara – Patung peristiwa 10 November 1945

• Di pintu masuk Barat daya – Kelompok patung pembentukan TNI

• Di pintu masuk Barat Laut – Patung kebulatan NKRI.

Begitulah rencana awalnya. Desain ini kemudian disetujui Soekarno.

Pembangunan Monas dimulai 17 Agustus 1961. Monas dirancang untuk mampu bertahan hingga 1.000 tahun. Pondasi Monas menghabiskan 3.500 meter kubik beton cor dan masih ditambah 445 ton besi dan baja.

Marmer dindingnya diimpor dari Italia. Puncak lidah api yang terbuat dari 14,5 ton perunggu dengan bersepuh emas seberat 35 kg.

Monas tahap pertama, selesai dibangun 9 Agustus 1965 dengan menghabiskan dana Rp5,88 miliar (nilai saat itu).

Rezim berganti, pembangunan Monas dilanjutkan oleh Orde Baru. Pembangunan tahap II ini rampung pada 1979. Namun desain awal sekitar Monas tak lagi dilanjutkan.

Belakangan Gubernur DKI pada 2005, Sutiyoso merombak pelataran Monas dengan air mancur menari. Sementara rencana awal patung-patung Monas seperti impian Bung Karno, tak lagi terwujudkan. (Ara)