Kritikan Soal Pengelolaan Anggaran Pemkab Purwakarta, Abdul Hadi PKS Angkat Bicara

JABARNEWS | PURWAKARTA – Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi PKS Abdul Hadi Wijaya menanggapi soal kritikan pengelolaan anggaran Pemkab Purwakarta, khususnya terkait penyerapan pokok pikiran Anggota DPRD.

Ia mengatakan bahwa legislatif memiliki hak untuk terlibat mengatur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

“Dewan punya hak budget, membahas dan menyetujui APBD. Dan APBD, sesuai namanya, terdiri dari angka-angka, baik pendapatan maupun belanja,” tulis Abdul Hadi Wijaya, di forum WAG Purwasuka News Club, Kamis (17/6/2021).

Dalam catatan tersebut, anggota DPRD dari dapil Purwakarta-Karawang ini, menuangkan lebih panjang buah pemikiran dari pengalamannya sebagai anggota legislatif Jawa Barat selama dua periode, sebagai berikut:

Pertama, Ada Musrenbang berjenjang untuk menampung ajuan masyarakat lewat pemerintah, mulai tingkat desa sampai nasional. Ini sangat rigid dan panjang. Karena selalu ajuan kebutuhan jauh lebih besar dibanding kemampuan.

Baca Juga:  Kontestasi Pilbup Bandung Diprediksi Akan Ramai Adanya Paslon Ini

Kedua, DPRD punya jalur legal dan konstitusional untuk usulkan pos belanja APBD, berupa reses, masukan/audiensi masyarakat, dan temuan lapangan dalam kegiatan semua anggota. Ajuan ini diformalkan dalam bentuk laporan reses, yang dirangkum dan dibahas dalam forum resmi tertinggi, Rapat Paripurna. Ini adalah inputan bagi pemerintah untuk melengkapi APBN/APBD, yang disebut secara populer sebagai Pokok Pikiran DPRD.

Ketiga, Secara kesepakatan, ditetapkan alokasi masing-masing anggota DPRD untuk pokok pikiran terkait belanja di APBN atau APBD. Karena DPRD adalah lembaga politik. Maka, keseimbangan dan saling percaya antara pemerintah dan DPRD jadi syarat terbangunnya APBD yang aspiratif.

Baca Juga:  Komitmen Pemkot Bandung Tentang Ancaman Rokok Dipertanyakan

Keempat, Belanja yang ada di APBD adalah (a) Belanja langsung, yaitu dilakukan oleh perangkat daerah, dan (b) belanja tidak langsung, khususnya belanja hibah, yaitu penyaluran belanja kepada lembaga/yayasan/badan hukum non komersial dan non politik.

Kelima, Penyimpangan dari penyaluran pokok pikiran diawali dari adanya dana yang diperoleh balik oleh oknum, baik pemerintah maupun dewan terkait penyaluran dana tersebut. Bisa terjadi lewat Musrenbang maupun Pokok Pikiran Dewan.

Keenam, Penghapusan pokok pikiran yang diajukan masyarakat lewat DPRD adalah bertentangan dengan konsep APBD yang sesuai aspirasi masyarakat.

Ketujuh, Penyimpangan pelaksanaan dari kewenangan DPRD di poin 2 adalah pidana, dan harus diberantas. Disini dibutuhkan kerjasama seluruh komponen masyarakat, penegak hukum maupun pers.

Baca Juga:  Penyemprotan Disinfektan, Upaya Kelurahan Nagri Tengah Purwakarta Cegah Penyebaran Covid-19

Kedelapan, (menanggapi pengamat bahwa pokir selama ini menjadi bancakan/penyimpangan -red), penghapusan hak budget DPRD dengan alasan adanya penyimpangan bukanlah solusi yang konstitusional. Seolah membakar rumah karena di dalamnya ada tikus.

“Terakhir, yang harus dilakukan di semua daerah adalah fokuskan untuk bangun pemerintahan yang saling percaya dan berimbang antara eksekutif dan legislatif,” tutup Abdul Hadi Wijaya, yang telah puluhan tahun jadi fungsionaris partai, 10 tahun mendampingi istri sebagai anggota legislatif (aleg) provinsi, dan 7 tahun jalankan tugas sebagai aleg provinsi Jabar, serta mengelola ratusan aleg kokab se-Jabar. (Red)