Sudah Ditangani KPK, Bansos di Bandung Barat Masih Saja Bermasalah

JABARNEWS | BANDUNG BARAT – Kasus dugaan korupsi bantuan sosial di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, telah masuk di ranah penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, para tersangka akan segera diadili.

Meski begitu, dugaan penyelewengan bansos di Bandung Barat masih terus mengemuka. Satgas Saber Pungli Jawa Barat tengah mendalami adanya temuan bantuan sosial sembako yang tidak sesuai dengan kualitas di Bandung Barat.

Kepala Bidang Data dan Informasi Satgas Saber Pungli Jabar M Yudi Ahadiat mengatakan, dugaan penyelewengan bansos itu terjadi di sejumlah kecamatan di Bandung Barat, yakni di Kecamatan Padalarang, Cipatat, dan Cililin.

“Untuk Bandung Barat, sejauh ini pokoknya masih didalami. Iya, intinya temuannya betul ada itu,” kata Yudi saat dihubungi Antara, Senin (9/8/2021)

Baca Juga:  Tim SAR Gabungan Temukan Jenazah Korban Kecelakaan Bus Masuk Jurang di Rajapolah Tasikmalaya

Dari temuan tersebut, menurutnya, ada sejumlah pihak yang diduga terlibat penyelewengan atau kecurangan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) itu mulai dari supplier, oknum instansi, dan pengelola E-Warung.

Dia menjelaskan, temuan kecurangan itu diawali dari adanya pengaduan masyarakat soal kualitas beras yang tidak sesuai dengan aturan dari Kementerian Sosial.

Selain itu, beras yang dijual oleh E-Warung pun diduga harganya jauh lebih tinggi dari rata-rata eceran tertinggi. Normalnya, kata dia, harga beras hanya berkisar Rp9.000 per kilogram, namun dari temuan itu harga yang dijual yakni mencapai Rp11.000 per kilogram.

Baca Juga:  Waduh! Kasus Covid-19 di Kabupaten Garut Bertambah Jadi 13 Orang

“Kemudian juga telur, itu juga disuplai oleh oknum, mau nggak mau, beli dari situ, harganya mahal juga, di pasaran Rp22,5 ribu, tapi jadi Rp29 ribu,” kata dia.

Adapun BPNT tersebut yakni bantuan dari pemerintah yang diberikan kepada KPM setiap bulannya melalui mekanisme akun elektronik yang digunakan hanya untuk membeli bahan pangan di pedagang bahan pangan atau E-Warung yang bekerja sama dengan bank.

Menurut Yudi, setiap bulannya keluarga penerima manfaat (KPM) mendapat bantuan non tunai senilai Rp200 ribu. Lalu masyarakat bisa mencairkan pangan tersebut melalui E-Warung.

Setelah ditelusuri, menurutnya bahan pangan yang dijual di E-Warung di KBB itu tidak sesuai kualitas meski telah dikemas sedemikian rupa hingga menyerupai dengan produk standar.

Baca Juga:  Polres Kuningan Bekuk 4 Pelaku Curanmor, Satu Pelaku Residivis Kasus Serupa

“Jadi berasnya mengenakan karung yang bercap, ya disitu ada izin edar, kemudian capnya berkualitas premium, padahal berasnya seperti itu,” kata dia.

Sejauh ini, ia pun masih menghitung jumlah KPM yang telah menerima paket sembako yang tidak sesuai dengan prosedur tersebut. Pihaknya pun masih mendalami keterkaitan instansi dan supplier terkait kasus tersebut.

“Kita masih hitung berapa orangnya, berapa nilainya, berapa barangnya, masih kita dalami, hampir dipastikan keuntungannya si supplier tanpa modal itu sekitar Rp9.000 hingga Rp17.000 per paket,” kata Yudi. (Red)