PTM di Kabupaten Bandung, Dadang Supriatna: Sekolah dan Orangtua Harus Terjalin Baik

JABARNEWS | BANDUNG – Sebanyak 520 sekolah di Kabupaten Bandung, Jawa Barat mulai hari ini Senin (6/9/2021) memulai pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) secara terbatas dengan rotokol kesehatan ketat.

Adapun sekolah yang mengikiti PTM di Kabupaten Bandung tersebut diantaranya, 82 sekolah menengah pertama (SMP), 373 sekolah dasar (SD), dan 651 taman kanak-kanak (TK).

Bupati Bandung, Dadang Supriatna mengatakan semua pihak harus memantau kelancaran PTM terbatas di Kabupaten Bandung baik antara pihak sekolah dan orangtua.

Baca Juga:  Pemprov Jabar Segera Gulirkan Desa Wisata

“Komunikasi dan koordinasi harus terjalin dengan baik antara pihak sekolah dan orangtua,” kata Dadang di Bandung.

Di hari pertama pelaksanaan PTM ini, Dadang meninjau sejumlah sekolah yakni SDN Cingcin 01, SMPN 1, TKN Percontohan dan SMKN 1 Soreang.

Peninjauan itu, kata dia, dilakukan untuk memastikan bahwa protokol kesehatan (prokes) diterapkan dengan ketat. Di antaranya penyediaan tempat cuci tangan, pengukur suhu tubuh, penyemprotan disinfektan sebelum dan sesudah kegiatan, dan pembatasan maksinal 25 persen dari jumlah total siswa.

Baca Juga:  Wali Kota Bekasi: Kerukunan Umat Beragama Terus Dijaga

“Kita awalnya canggung bermasker, sekarang terbiasa. Biasanya tidak bawa hand sanitizer, sekarang bawa. Begitu pula dengan kebiasaan saat tatap muka ini,” kata Dadang.

Dengan PTM ini, menurutnya pola hidup dan kebiasaan sehat memang harus dibangun sejak dini. Oleh karenanya, PTMT merupakan kesempatan yang sangat baik untuk menyosialisasikan protokol kesehatan.

Menurutnya kesuksesan pelaksanaan PTM sangat bergantung kerjasama semua pihak. Tidak hanya sebatas peran sekolah dan orangtua saja, aparat keamanan setempat pun dituntut untuk berperan.

Baca Juga:  Sebut KPU Gagal, Bupati Tasikmalaya: Pemilu Berjalan Sukses

Maka dari itu, menurutnya para orang tua siswa harus memastikan anaknya diantar dan dijemput sampai ke sekolah dan pulang ke rumah. Pihak sekolah pun, kata dia, harus tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk berkerumun usai waktu pembelajaran.

“Jika orangtua tidak punya kendaraan pribadi, apakah pihak sekolah bisa menyediakan alat transportasi antar jemput atau mekanismenya seperti apa, harus kita pikirkan,” katanya. (Red)