IDAI Sebut Jawa Barat Tertinggi Kasus COVID-19 pada Anak, Waspadai Komorbid Malnutrisi!

JABARNEWS | BANDUNG – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan melaporkan bahwa kasus anak terkonfirmasi positif COVID-19 terbanyak ada di Jawa Barat.

Laporan tersebut berdasarkan riset yang dilakukan oleh IDAI mengenai kasus anak terkonfirmasi positif COVID-19. Adapun kasus kematian anak akibat COVID-19 tertinggi beda di Jawa Tengah.

“Penelitian ini adalah gambaran data terbesar pertama kasus COVID-19 anak di Indonesia pada gelombang pertama COVID-19,” kata Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI Aman B Pulungan, dalam konferensi pers virtual, Minggu (26/9/2021).

Baca Juga: Polres Labuhanbatu Ringkus Kurir Narkoba, Ratusan Pil Ekstasi dari Warga Medan Gagal Beredar

“Angka kematian yang cukup tinggi adalah hal yang harus dicegah dengan deteksi dini dan tatalaksana yang cepat dan tepat,” sambung dia.

Menurut dia, IDAI melakukan studi retrospektif terhadap data 37.706 kasus anak terkonfirmasi COVID-19 selama Maret-Desember 2020.

Data tersebut diperoleh dari laporan kasus COVID-19 pada anak yang dirawat oleh dokter anak yang tergabung dalam IDAI.

Baca Juga: Sedang Malam Mingguan, Seorang Remaja Tewas Jadi Korban Penusukan Begal di Perumahan Dharmawangsa Bekasi

Laporan riset IDAI menunjukkan bahwa 10 daerah di Indonesia dengan kasus anak terkonfirmasi COVID-19 terbanyak, yakni Jawa Barat dengan angka 10.903 kasus.

Baca Juga:  Ramalan Zodiak Hari Ini Untuk Pemilik Rasi Bintang Capricorn, Aquarius dan Sagittarius

Kemudian diikuti oleh Riau (3.580), Jawa Tengah (3.108), Sumatera Barat(2.600), Kalimantan Timur (2.033), Jawa Timur (1.884), Bali (1.524), Sumatera Utara (1.448), DI Yogyakarta (1.275), dan Papua (1.220).

Selain itu, IDAI menyebutkan ada tujuh daerah dengan kasus kematian anak terkonfirmasi COVID-19 terbanyak, yaitu Jawa Tengah, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.

Baca Juga: Tawarkan Investasi, Komplotan Penipu Berkedok Wisatawan Asing Beraksi di Bogor

Berdasarkan data tersebut, di antara anak-anak terkonfirmasi COVID-19 yang ditangani oleh dokter anak, angka kematian tertinggi pada anak usia 10-18 tahun (26 persen).

Diikuti anak usia 1-5 tahun (23 persen), 29 hari- kurang dari 12 bulan (23 persen), 0-28 hari (15 persen), dan 6 tahun sampai kurang dari 10 tahun (13 persen).

Ketua Bidang Ilmiah Pengurus Pusat IDAI Antonius H Pudjiadi mengatakan, tidak meratanya deteksi kasus COVID-19 tersebut terjadi karena fasilitas tes PCR yang berbeda.

Baca Juga: Waduh! Kawanan Monyet Liar Rusak Rumah Warga di Tebing Tinggi Sumatra Utara

Baca Juga:  Selain Takjil, Polres Purwakarta Bagikan Helm Gratis

Selain itu, fasilitas kesehatan juga berbeda. Sementara kapasitas pengujian dengan PCR saat itu di Indonesia masih rendah, dan anak bukan populasi prioritas untuk tes.

Sekretaris Umum Pengurus Pusat IDAI Hikari Ambara Sjakti menuturkan, laporan tersebut menunjukkan angka kematian kasus atau case fatality rate (CFR) COVID-19 pada anak di Indonesia. 

Yakni 522 kematian dari 35.506 kasus suspek (CFR 1,4 persen), dan 177 kematian dari 37.706 kasus terkonfirmasi (CFR 0,46 persen).

Baca Juga: Gibran Hilang di Gunung Guntur dan Ceritakan Kisah Mistis, Begini Tanggapan Psikolog Unpad

Laporan hasil riset IDAI itu menyebutkan, CFR COVID-19 anak di Indonesia tersebut jauh lebih tinggi dibanding di negara lain, seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa.

Kemungkinan hal itu terjadi karena kapasitas pemeriksaan (testing) yang rendah sehingga banyak kasus yang tidak terdeteksi.

Laporan tersebut juga mengungkapkan penyebab kematian anak akibat COVID-19 terbanyak dikarenakan faktor gagal nafas, sepsis/syok sepsis, serta penyakit bawaan (komorbid).

Baca Juga: Tebar Benih Ikan di Sungai Surakatiga Kuningan, Uu Ruzhanul Ulum Minta Jangan Dipancing Dulu

Sementara komorbid terbanyak pada anak COVID-19 yang meninggal adalah malnutrisi dan keganasan, disusul penyakit jantung bawaan, kelainan genetik

Baca Juga:  Inilah Fungsi Materai Sesuai Berdasarkan Undang-undang

Lalu tuberkulosis (TBC), penyakit ginjal kronik, cerebral palsy, dan autoimun. Sementara 62 anak meninggal tanpa komorbid.

Ketua Satuan Tugas COVID-19 IDAI Yogi Prawira menuturkan, faktor penyebab gagal nafas dan sepsis/syok sepsis terjadi pada kondisi COVID-19 yang berat.

Baca Juga: Vaksinasi Disabilitas Jabar Tembus 101 Persen, Begini Kata Ridwan Kamil

Sehingga pemantauan kondisi serta tata laksana secara dini dan tepat sangat penting untuk mencegah terjadinya dua kondisi tersebut.

Hasil penelitian IDAI tersebut dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Frontiers in pediatrics yang terbit pada 23 September 2021.

Sementara itu, data Kementerian Kesehatan pada waktu yang sama mendapatkan 77.254 kasus anak terkonfirmasi COVID-19 dari total kasus 671.778, yaitu sekitar 11,5 persen.

Baca Juga: Kerap Mengganggu Aktivitas Nelayan, Warga Kesenden Cirebon Bersihkan Sampah di Laut

Perbedaan jumlah tersebut terjadi karena di penelitian ini yang terdata hanyalah kasus yang ditangani oleh dokter anak, sedangkan Kementerian Kesehatan juga memasukkan data dari anak yang tidak bergejala dan hasil telusur kontak. (Red)