Kisah Perjuangan Guru di Ujung Purwakarta: Rela Tempuh 20 Kilometer dan Terabas Jalan Terjal

JABARNEWS | PURWAKARTA – Seorang guru yang bertugas di desa Parungbanteng, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta, Unandar (39), rela menempuh perjalanan kurang lebih selama 1 jam menuju ke SDN 1 Parungbanteng dengan menggunakan sepeda motor.

Walaupun jarak tempuh dari rumah ke sekolah sepanjang 20 kilometer, namun Unan berangkat untuk mengajar tanpa kenal lelah.

“Kami setiap hari berangkat dari rumah di Kecamatan Tegalwaru menuju tempat kerja di SDN 1 Parungbanteng menempuh perjalanan kurang lebih selama 1 jam,” kata Unan, pada Rabu, 23 November 2021.

Baca Juga: Mengulik Sisi Positif Literasi Digital Netizen Fair 2021 di Enam Kota Besar Indonesia

Baca Juga: Begini Tanda Pria Naksir Wanita Agar Tahu Hal yang Harus Dilakukan

Tidak hanya jarak yang ditempuh dari rumah ke sekolah sepanjang 20 kilometer, menurutnya, jalur melalui jalan provinsi yang sepenuhnya belum selesai masih banyak jalan yang masih terjal, juga berlumpur serta ada sebuah jembatan yang hingga kini belum selesai yang bisa saja mengancam jiwa jika musim hujan seperti saat ini.

“Tak hanya jalan terjal dan berlumpur yang setiap hari kami lalui, ada juga sebuah jembatan yang belum selain hingga saat ini. Karena kalau tidak musim hujan kami biasa melewati sebuah sungai yang bisa kami lalui. Namun, jika musim hujan seperti saat ini otomatis kami melewati jembatan yang belum selesai tersebut dengan berjalan kaki, pasalnya tidak bisa dilalui kendaraan bermotor,” ucap pria yang sudah mengabdi kurang lebih 20 tahun di SDN dan SMPN Satap 1 Parungbanteng itu.

Baca Juga:  Kapasitas Produksi Vaksin Merah Putih, Dilaporkan Mampu 240 Juta Dosis Per Tahun

Baca Juga: Empat Jenis Bunga yang Cocok Untuk Mengungkapkan Cinta Kepada Orang Tersayang

Baca Juga: Rakor Ditjen PPKTRans Bahas Resettlement di Jawa Barat

Selain melalui darat dengan motor, sambung dia, ada alternatif lain yakni dengan menyebrang Danau Jatiluhur menggunakan perahu.

“Di musim hujan seperti ini melewati jalur air dengan menyebrang Danau Jatiluhur itu beresiko juga, seperti banyaknya eceng gondok. Bisa saja kami terjebak eceng gondok itu dan membuat kami tidak bisa berangkat ke sekolah. Terlebih perahu yang biasa kami gunakan mengalami kerusakan dan tidak bisa dipergunakan,” tutur pria yang di angkat sebagai Aparatur Sipil Negara pada Tahun 2010 silam.

Dengan demikian, kata Unan, dirinya bersama guru lain mau tak mau menggunakan jalur darat, meskipun harus menunggu meredanya debit air sungai hingga menurun, agar bisa dilewati dan bisa sampai tujuan.

Baca Juga:  Disdik Purwakarta Angkat Bicara Soal Kasus Dugaan Ijazah Palsu Kepala Desa Sukajaya, Ini Katanya

Akibatnya, Ia mengaku sering terlambat datang ke sekolah lantaran menunggu debit air turun ataupun berjalan kaki menyusuri dan menaiki bangunan jembatan yang belum selesai.

Baca Juga: Punya Riwayat Asam Lambung, Seorang Teknisi Laptop di Tasikmalaya Ditemukan Tewas dalam Kontrakannya

Baca Juga: Ramalan Zodiak Kesehatan 24 November 2021: Scorpio, Virgo dan Libra

“Jadi kami setiap hari menggunakan jalur darat menggunakan motor yang memakan banyak tenaga dan biaya. Meskipun demikian, kami tetap antusias, tetap harus kami jalani karena ini sudah menjadi kewajiban kami dalam mengajar peserta didik di sekolah tersebut. Bagi kami tidak ada kata rintangan, yang ada hanya tantangan,” beber Unan.

Majunya pendidikan di wilayah perkotaan, berbanding terbalik dengan kondisi pendidikan di lokasi terpencil. Di SDN 1 Parungbanteng Guru yang berstatus ASN hanya 2 orang dan SMPN Satap 1 Parungbanteng itu ada 3 orang guru berstatus ASN.

Baca Juga: Yana Mulyana Minta Bantuan Keungan Partai Politik di Kota Bandung Harus Transparan

Baca Juga: Semprot PT KAI Soal Penggusuran Jalan Anyer Dalam Kota Bandung, DPRD Jabar: Kita Bukan Negara Kapitalis!

Baca Juga:  Surat Kertas Nempel di Mobil Dinas Sergai yang Pakai Plat Hitam, Begini Isinya

“Di SMPN Satap 1 Parungbanteng guru yang berstatus ASN ada 3 orang, sementara Guru Tidak Tetap (GTT) berjumlah 7 orang. Sedangkan di SDN 1 Parungbanteng guru berstatus ASN ada 2 orang, CPNS 3 orang GTT ada 6 orang dan 1 Kepala sekolah. Hampir 70 persen guru berada di luar kecamatan Sukasari,” jelasnya.

Unan berharap, pemerintah dan pihak terkait melirik bagaimana keadaan ataupun sekolah di SDN dan SMPN Satap 1 Parungbanteng ini.

“Kami butuh perhatian untuk dunia pendidikan yang selayaknya seperti apa. Kami sangat berharap perhatian pemerintah, agar dunia pendidikan di sini yang bisa dibilang Papua nya Kabupaten Purwakarta lebih maju,” harap Unan.

Unan dan guru lainnya berharap ada motor dinas dari pemerintah untuk guru di perbatasan yang sesuai dengan medan jalan dan kondisi geografis.

Baca Juga: Kucing Kalian Tidak Mau Makan? Awas, Bisa Jadi Ini Penyebabnya

Baca Juga: Ini Dia Tanda-tanda Pria Tangguh, Kalian Salah Satunya?

“Kalo motornya sesuai medan, mungkin tidak terlalu kerepotan, kadang motor saya sering mogok, maklum udah tua dan sering ke bengkel,” ungkap Unan sambil tersenyum. (Gin)