Karpet Merah Untuk TKA, Disaat Rakyat Sekarat

Penulis: Nelly, M.Pd (Aktivis Peduli Negeri, Pegiat Opini Medsos)

Wabah corona masih menjadi fokus permasalahan negeri, di mana Kasus positif covid-19 saat ini sudah tersebar ke 34 provinsi, 354 kabupaten/kota di Indonesia. Data hingga 7 Mei terjadi penambahan kasus positif sebanyak 338 orang. Sehingga totalnya menjadi 12.776 orang pasien positif corona. Sementara untuk pasien sembuh terjadi penambahan 64 orang.

Total akumulatifnya menjadi 2.381 pasien. Jumlah pasien meninggal dunia bertambah 35 orang, s ehingga totalnya menjadi 930 orang. (Merdeka.com). Saat rakyat dan pemerintah masih berjibaku menghadapi wabah corona ini, malah publik dikejutkan akan kabar kedatangan TKA China sebanyak 500 orang ke Sultra.

Kabar tersebut menuai beragam komentar, mayoritas menyuarakan penolakan. Apalagi saat ini semua pihak sedang konsentrasi menyelesaikan virus corona. Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi membenarkan kabar sekitar 500 Tenaga Kerja Asing asal China bakal masuk ke Sultra.

Dia juga membenarkan ratusan TKA itu seharusnya masuk pada 22 April 2020 dan akan bekerja di salah satu perusahaan pemurnian nikel di Sultra. Namun, rencana kedatangan TKA tersebut ditolak. Sementara itu Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati heran dengan keputusan pemerintah memberikan izin masuk 500 TKA asal China di Sulawesi Tenggara.

Padahal Gubernur Sulawesi Tenggara dan DPRD setempat sudah kompak menolak karena khawatir kedatangan para TKA itu akan memicu masalah baru di tengah pandemi COVID-19. Masih menurut Kurniasih Mufidayati yang mempertanyakan mengapa harus impor tenaga kerja asing? Sementara kita memiliki banyak sumber daya manusia yang bisa menjadi kekuatan bagi pengembangan ketenagakerjaan di negara kita.

Baca Juga:  Yana Mulyana Pastikan Tak Batasi Warga Untuk ke Kota Bandung

Wakil Ketua Komisi II DPR, Arwani Thomafi menjelaskan kebijakan tersebut sama saja mencederai semangat masyarakat dalam melawan covid-19 di tanah air. Menurutnya, meski 500 TKA China tersebut telah melewati prosedur kesehatan, namun tetap saja tidak bisa dijadikan alasan oleh pemerintah di tengah masa pandemi ini. Bagaimana bisa terus menerus percaya bahwa pemerintah akan mengusahakan yang terbaik dalam penanganan pandemi ini? Kita lihat masing-masing sisi saling bertentangan.

Sungguh ironi memang negeri ini, rencana kedatangan 500 TKA China ini menjadi pertanyaan besar, padahal fokus pemerintah kini ingin memutus mata rantai penyebaran virus corona (covid-19) di Indonesia. Diberlakukan PSBB, warga harus di rumah saja, warga dilarang mudik, tidak boleh bepergian ke luar kota apalagi naik transportasi udara, laut dan darat. Di tambah lagi anak bangsa sedang kesusahan akibat dampak wabah corona PHK massal di mana-mana, sementara pengangguran juga tak kalah banyak.

Sudah menjadi keharusan negara lebih mementingkan dan memprioritaskan anak bangsa sendiri dengan menyediakan lapangan kerja seluasnya bukan untuk TKA tersebut yang disediakan. Dari fakta-fakta tersebut menunjukkan pada publik akan bahwa para elit penguasa di negeri ini bekerja untuk siapa. Mereka lebih mementingkan rakyat atau yang lain? Sungguh sangat terlihat kerusakan yang nampak pada pengelolaan negara yang mengadopsi sistem kapitalis demokrasi liberal. Kebijakan yang dibuat tumpang tindih, tidak ada kesatuan aturan, dan tidak memihak pada kemaslahatan rakyat. Berbagai penolakan dari berbagai kalangan pun tidak juga di dengar para elit penguasa. Adanya kebijakan pemerintah menjadi final yang di undang-undangkan memperbolehkan TKA untuk masuk dalam negeri baik berinvestasi ataupun bekerja.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Keluarkan Larangan Buka Puasa Bersama, Yusril Sebut Soal Anti-Islam

Polemik penolakan ini hanya di respon pemerintah dengan menunda untuk sementara waktu kedatangan TKA China tersebut, bukan membatalkan. Sebenarnya tidak mengherankan ketika para elit penguasa terlihat memiliki hubungan yang dekat dan terkesan lebih mementingkan asing dan aseng ketimbang rakyat sendiri. Sebab, sejatinya konsep dari sistem kapitalis demokrasi liberal akan mementingkan para kapital (pemilik modal).

Negara China adalah satu satu negara investor penanam modal di negeri ini, dan China juga adalah negara yang telah menjadi pemberi pinjaman utang kepada negeri ini. Maka dalam sistem kapitalis, akan diberlakukan berbagai macam syarat dari ke dua negara. Kebanyakan aturan yang dibuat dari kerjasama ini lebih banyak menguntungkan para investor. Sementara Indonesia malah mendapat kerugian dari kerjasama ini. Sumber daya alam kita telah habis di jarah dan dimiliki asing dan aseng, sementara negara tetap miskin dan rakyat kesusahan.

Lantas apa yang baik dari sistem ini? apa yang bisa kita dapat dari sistem ini, selain hanya kerusakan dan kehancuran negeri. Sudah saatnya seharusnya negeri yang mayoritas muslim ini kembali pada contoh tauladan kepemimpinan dan sistem pengaturan negara yang pernah dicontohkan baginda Rasulullah Saw dan kepemimpinan Islam setelah beliau.

Dalam Islam, negara berdaulat, merdeka, tidak tergantung pada negara manapun. Sistem Islam pernah menguasai dunia selama 1300 tahun, bukan setahun dua tahun. Sistem Islam pernah juga menguasai 2/3 belahan dunia, bukan satu wilayah namun begitu banyak wilayah yang berada dalam naungannya. Sistem Islam juga pernah terbukti mampu memanusiakan manusia, membawa pada kehidupan yang sejahtera, makmur dan berkeadilan.

Baca Juga:  Di Hari Kemerdekaan, Penumpang Kereta Dapat Air Mineral dari PT KAI

Puncak keemasannya pernah dirasakan bukan saja muslim namun juga nonmuslim. Kepemimpinan dalam sistem Islam begitu mahsyur, penuh tanggungjawab, amanah, adil, cerdas, kafabel, dan yang terpenting dia adalah pemimpin shaleh. Ke shalehannya menjadikan dia hanya takut pada Allah, hingga dia hanya akan mementingkan kepentingan rakyat, bukan yang lain.

Pemimpin adalah pelayan umat dan mengurusi umat. Sebab, Rasulullah Saw. bersabda: “Seorang imam (kepala negara/khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat. Ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Maka dalam pemerintahan yang menerapkan aturan Islam tidak akan didapati adanya warga negara asing yang diistimewakan oleh negara. Rakyat sendiri yang akan diprioritaskan oleh negara. Pemimpin dalam negeri yang menerapkan sistem Islam juga akan serius dalam menangani wabah pandemi. Dan tentunya negara akan memberikan segala jaminan untuk seluruh kebutuhan pokok rakyat baik sandang, pangan, papan yang berkualitas. Sementara kesehatan, pendidikan diberikan dengan kualitas nomor satu serba murah bahkan gratis. Keamanan setiap warga juga akan menjadi jaminan negara.

Beginilah gambaran pengelolaan negara dalam sistem Islam, maka jika ingin menyudahi segala kerusakan dalam sistem kapitalis saat ini maka harus mencontoh bagaimana sistem aturan yang nabi Muhammad dan khulafaur rhasiddin pernah terapkan. In syaa Allah kehidupan yang berkah, sejahtera dan berkeadilan akan kita rasakan. Tidakkah kita menginginkannya?

Wallahu ‘alam bisshawab.

Tulisan ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya penulis.