Lembang Daerah Wisata, tapi Bisnis Hotel seperti Menunggu Ajal

JABARNEWS | BANDUNG BARAT – Akibat pandemi Covid-19, bisnis hotel di kawasan wisata Lembang, Kabupaten Bandung Barat, saat ini di ambang kematian.

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bandung Barat, Eko Suprianto mengatakan fokus dari para pengusaha hotel saat ini bukan untuk mencari keuntungan, tetapi bagaimana untuk bisa bertahan. 

“Jadi sekarang itu bukan mencari keuntungan lagi, tapi bagaimana caranya bertahan. Ya, seperti mengulur kematian,” kata Eko, Jumat (18/2/2021). 

Dia mengungkapkan, okupansi hotel sejak kemunculan Covid-19 sangat drastis mengalami penurunan. Hal tersebut dibuktikan dengan data yang dimiliki PHRI Bandung Barat. 

Baca Juga:  PKS Purwakarta Bakal Konversi Suara Asyik Di Pilpres 2019

Periode tahun baru 2020, tepatnya pada Januari, occupancy rate hotel di Bandung Barat sebesar 59,8 persen. Kemudian pada Februari mencapai 55,1 persen. 

Persentase okupansi hotel di Bandung Barat yang menurun itu terus terjadi, termasuk saat malam pergantian tahun, di mana pada Desember 2020 hanya 27,6 persen. Sementara hotel di Bandung Barat sebagian besar berada di Lembang.

Angka hunian hotel itu semakin terjun bebas memasuki Januari 2021, di mana occupancy rate hanya 15,6 persen. Kemudian pada Februari 2021 ini cuma 13,4 persen. 

Baca Juga:  Gratis selama Tiga Bulan, Begini Cara Mendapatkan Tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung

“Dari angka itu, kan bisa terlihat dengan jelas dampak pandemi Covid-19. Okupansinya sangat jauh sekali,” ujar Eko. 

Untuk bertahan agar tetap eksis di bisnis pariwisata, ungkap Eko, ada beberapa skema yang disiasati oleh para pengusaha hotel di Bandung Barat. 

Di antaranya ialah dengan menurunkan harga sangat rendah. Ia mencontohkan, dari harga normal kamar hotel Rp500 ribu rata-rata diturunkan jadi Rp200 ribu. 

“Jadinya banting harga, dan itu yang dikhawatirkan. Bahaya juga sebetulnya,” ujar Eko. 

Ada juga, lanjut dia, pengusaha hotel yang melalukan inovasi produk dan mengalihkan bidikan konsumen. Seperti yang semula hanya berbisnis hotel, lali diubah menjadi cafe. 

Baca Juga:  Polda Jabar Gelar Latihan Selam Bersetifikasi Internasional

“Yang rame kan cafe, suasana dibuat cafe karena pasarnya yang ada cafe. Otomatis target pasar pindah,” ungkapnya. 

Kemudian yang pasti adalah mengurangi jumlah karyawan dan jam kerjanya. Seperti yang dilakukan Eko di bisnis penginapan dan wisatanya.

“Saya saja 50 persen habis kontrak, engak diperpanjang. Dari 240 karyawan, sekarang tinggal 123 orang, itu pun enggak masuk setiap hari, jadi digilir,” terangnya. (Yoy)