Pemerintah Didesak Buka Data Koorporat Pelaku Karhutlah

JABARNEWS | JAKARTA – Bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutlah) yang kembali melanda Indonesia mendapat sorotan sejumlah pihak. 

Direktur Eksekutif Sawit Watch Inda Fatinaware menyampaikan keprihatinannya dan mengecam perusahaan yang telah membakar hutan dan lahan hanya demi mencari keuntungan yang besar. 

Sebanyak 48 perusahaan dengan izin konsesi dan 1 lahan milik perseorangan telah disegel. Namun ketika asep telah hilang dan aktivitas masyarakat kembali normal, mereka seakan hilang ditelan bumi dan kembali diberikan izin konsesi.

Pemerintah, sejak tahun 2015 dinilai tidak pernah tegas dalam persoalan Karhutlah.

“Masyarakat sangat menderita oleh adanya kabut asap yang sudah terjadi selama beberapa minggu ini. Tidak kurang dari 16.000 warga Riau dan 8.000 warga Kalimantan Barat telah terserang ISPA,” kata Indah dalam keterangan persnya di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat,  Kamis (19/9/2019).

Baca Juga:  Sebanyak 31 Jalan Rusak di Cirebon Mulai Diperbaiki, Imron Bilang Begini

Spesialis Perburuhan Sawit Watch Zidane menambahkan, buruh perkebunan tetap bekerja seperti biasa. Padahal, mereka adalah orang yang paling dekat dengan asap.

“Dalam kondisi kabut asap, tidak ada yang bisa dilakukan untuk melindungi buruh selain mereka dijauhkan dari lokasi yang terpapar asap,” ujarnya.

Satu hal yang menarik yang juga temukan ialah, adanya beberapa perkebunan sawit yang terbakar, padahal telah tersertifikasi RSPO dan ISPO. Perusahaan ini berada di Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur,” lanjut dia.

Baca Juga:  Cek Lokasi dan Syarat SIM Keliling Purwakarta Jumat 9 Juni 2023

Sementara itu, Eko dari Linkar Borneo menjelaskan, Pemerintah seharusnya berani membuka data perusahaan mana saja yang terindikasi melakukan pembakaran hutan. Itu termasuk sejumlah bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi donatur ke perusahaan-perusahaan tersebut.

“Pemerintah dan Pertamina harus berani memastikan bahwa perusahaan yang terindikasi melakukan kejahatan lingkungan dicoret dari daftar pemasok. Bank-bank yang memberikan pinjaman harus memastikan pinjaman yang diberikan tak melanggar kebijakan NDPE dan melanggar HAM,” tegas dia.

Baca Juga:  Deuh! Ada Anggota DPR dan DPD Terpilih Belum Serahkan LHKPN

Senada, Tiara Yasinta, Peneliti Jaringan Pemantai Independen Kehutanan (JPIK) menjelaskan, inisiatif penyelamatan hutan dan lahan gambut yang digagas pemerintah masih dilakukan secara parsial.

Menurutnya, kasus kebakaran hutan dan lahan di Indonesia merupakan masalah struktural pengelolaan sumber daya alam yang hanya dapat diselesaikan dengan mereformasi skema kebijakan.

“Kebakaran hutan yang terjadi di sejumlah konsesi merupakan bukti nyata kegagalan pengelolaan yang dilakukan oleh korporasi selaku pemegang izin, harus diberikan sanksi tegas sehingga ada efek jera, sehingga pelanggaran yang sama tidak kembali terulang,” ungkapnya. (Kis)