Distribusi Konten Media Online Dikuasai Platform, Anthony AMSI: Kita Harus Kerjasama

JABARNEWS | BANDUNG – Pengurus Pusat Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Anthony Wonsono mengungkapkan bahwa media online atau media siber perlu menjalin kerjasama dengan platform media sosial seperti Facebook dan Twitter.

Dia mengatakan perusahaan media siber memang perlu kerja sama dengan platform tersebut. Dia mengungkapkan bahwa kebergantungan model bisnis terhadap platform pada perusahaan pers sangat bergantung pada platform sekarang ini.

“Mau tidak mau harus bekerja sama, dan kita melihat hal ini sebagai pembagian revenue dengan publisher,” kata Anthony dalam acara Konvensi Nasional Media Massa Hari Pers Nasional 2021, Senin (8/2/2021).

Sehingga, dia menyebut, berkaitan dengan isu keberlanjutan perusahaan pers secara keseluruhan. “Perlunya edukasi kepada distributor berita atau platform, pengiklan, serta publik,” ucapnya.

Baca Juga:  Hasil Final UEFA Women Futsal Euro 2022: Timnas Futsal Wanita Spanyol vs Portugal

Terkait kerjasama, Anthony mengemukakan bahwa di Indonesia belum begitu maksimal. Karena, lanjut dia, peraturan pemerintah terkait kerjasama ini juga belum digagas dengan cukup luas.

Pasalnya, terkait bentuk kerjasama itu sudah ada inisiatif konten berbayar dari sisi platform yakni News Showcase Google, Facebook Instant Article, dan Apple News Plus. Tak hanya itu, Anthony menilai, peran pemerintah yang dapat menjembatani dan memfasilitasi negosiasi yang sehat antara platform dan perusahaan media.

“Kalau kita masuk ke dalam bisnis model sudah ada tren perlahan tapi pasti perusahaan pers sudah bisa independen, tidak usah bergantung pada platform untuk menjalankan tugasnya kita sebagai perusahaan pers,” paparnya.

Baca Juga:  Ramalan Zodiak Aries, Taurus dan Gemini: Akan Banyak Hal Baru Hari Ini

Menurutnya, saat ini konten media online atau media siber beredar di platform media sosial seperti Facebook dan Twitter. Menurutnya, ada tiga dampak utama dari sisi distribusi produk jurnalistik yang dikuasai oleh platform tersebut.

Pertama, kata dia, jurnalis vs netizen merupakan sisi akuntabilitas platform mendistribusikan konten seringkali tanpa membedakan produksi berita oleh media. Produksi berita sendiri telah melalui serangkaian proses jurnalistik seperti tahapan verifikasi.

“Jurnalis versus netizen, jurnalistik versus algoritma ada dampak terhadap pada kualitas konten atau informasi yang disajikan pada publik dan sustainability (keberlanjutan), kebergantungan model bisnis terhadap platform,” tuturnya.

Baca Juga:  Ciptakan Lapangan Kerja Baru, Yana Ajak Mahasiswa Jadi Pengusaha

Hal ini, lanjut dia, sangat bahaya terhadap isu kohesi sosial maupun nasional dan cenderung akan menyebabkan penyesatan terhadap publik. “Itu sebabnya konten berkualitas dan konten abal-abal dinilai sama derajatnya seringkali kita harus mengakui bahwa masyarakat umum tidak bisa membedakan konten berkualitas dengan konten yang tidak ada basisnya,” ucapnya.

Kedua, jurnalistik vs algoritma, Anthony menjelaskan bahwa media siber saat ini disetir oleh algoritmanya platform itu sendiri. Sehingga, sambung dia, bukan lagi membuat konten untuk kepentingan publik itu sendiri.

“Algoritma mempengaruhi cara kerja jurnalis di newsroom. Industri pers tiba-tiba harus mepertimbangkan cara kerja si mesin dalam produk mereka dan seringkali ini mengganggu kualitas,” tutupnya. (Red)