Menelisik Lebih Jauh Tentang Sejarah Awal Hari Kebebasan Pers Sedunia

JABARNEWS | BANDUNG – Hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day (WPFD) merupakan salah satu peringatan yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yakni bertepatan pada tanggal 3 Mei.

Perayaan ini diperuntukan untuk meningkatkan kesadaran akan betapa pentingnya kebebasan pers dan mengingatkan pemerintah akan tugas mereka untuk menghormati dan menjunjung tinggi hak kebebasan bersuara seperti yang tertulis dalam Pasal 19.

Dalam Pasal tersebut membahas mengenai Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia 1948 dan menandakan ulang tahun Deklarasi Windhoek, suatu pernyataan tentang prinsip kebebasan pers yang dirangkumkan oleh wartawan surat kabar Afrika di Windhoek pada tahun 1991.

Baca Juga:  Nih Daftar HP Yang Tak Bisa Digunakan WhatsApp

Dilansir dari India Today, Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada bulan Desember 1993 memproklamirkan Hari Kebebasan Pers Sedunia. Keputusan ini mengikuti rekomendasi Konferensi Umum UNESCO.

Dalam buku “Pressing for freedom: 20 years of World Press Freedom Day” yang diterbitkan UNESCO tahun 2013, Alain Modoux mengatakan usulan itu tertuang ketika Seminar Mempromosikan Pers Afrika yang Independen dan Pluralistik. dan melibatkan kurang lebih 60 jurnalis independen Afrika.

Baca Juga:  Polisi Amankan Kotak Suara Sampai Pleno

Proses dari awal proposal di Windhoek hingga akhirnya disetujui oleh Sidang Umum PBB di New York memakan waktu dua setengah tahun.

Langkah pertama dan paling menentukan dicapai di Paris pada kesempatan Konferensi Umum UNESCO, pada bulan November 1991. Muncul reaksi sangat baik terhadap laporan Direktur Jenderal UNESCO tentang hasil dari Deklarasi Windhoek.

Baca Juga:  Keadilan Untuk Wartawan

Dari sana kemudian negara-negara Anggota UNESCO juga mengungkapkan keinginan agar 3 Mei dinyatakan sebagai Hari Kebebasan Pers Sedunia.

Didukung oleh kehendak bulat dari Negara-negara Anggota, Direktur Jenderal UNESCO lalu menyampaikan keinginan mereka kepada Sekretaris Jenderal PBB, yang saat itu dijabat Boutros Boutros Ghali.

Boutros Ghali kemudian memutuskan untuk mengikuti jalur prosedural dan mengirim proposal tersebut ke Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) untuk konsultasi. (Red)