Partai Golkar Usul Evaluasi Pemilu Serentak

JABARNEWS | PURWAKARTA – Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto mensyukuri penyelenggaraan pemilu serentak yang digelar 17 Oktober 2019 lalu. Hal tersebut dikatakan Airlangga yang pidatonya dibacakan oleh Sekjen Partai Golkar, Lodewijk F Paulus saat membuka diskusi publik yang bertajuk “Pemilu 2019: Evaluasi dan Solusi” di DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (24/10/2019).

“Dengan segala kompleksitas yang menyertai, kita wajib bersyukur telah mampu menyelenggarakan pemilihan umum serentak yang untuk pertama kalinya dilaksanakan, yaitu pemillu legislatif serta pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam waktu yang bersamaan,” kata Airlangga.

Dikatakan Airlangga, keberhasilan ini merupakan bukti bahwa pihaknya telah melangkah maju melaksanakan demokrasi yang semakin matang. Ia mengajak jajarannya supaya patut berbangga karena Indonesia tumbuh menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia.

“Apalagi demokrasi yang kita kembangkan adalah demokrasi Pancasila, demokrasi yang menghargai kebebasan tetapi pada waktu yang bersamaan punya tanggungjawab untuk merawat keragaman dalam kebinnekaan,” katanya.

Menurut Airlangga, demokrasi yang dikembangkan di Indonesia adalah demokrasi yang mempertebal rasa kebangsaan, menghargai toleransi, mendorong kreativitas, inovasi dan produktivitas bangsa. Karena itu kebebasan dalam demokrasi tidak boleh memporak-porandakan persatuan, mengancam kebinnekaan serta menghambat kemajuan.

Baca Juga:  Ingat! Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 17 Tutup Malam Ini

“Demokrasi yang kita kembangkan harus membuka jalan yang lapang bagi terwujudnya cita-cita dan tujuan nasional,” katanya.

Menurut Airlangga, demokrasi yang dibangun semenjak reformasi sudah membuahkan banyak hasil. Kebebasan masyarakat untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat semakin matang. Parta-partai politik juga tumbuh menjadi pilar demokrasi yang sangat penting dan menentukan.

Apalagi kata Airlangga, media massa sebagai wadah artikulasi aspirasi masyarakat berkembang dengan pesat, bahkan menjadi faktor yang ikut menentukan dalam proses pengambilan keputusan politik. Sementara pemilihan umum kata Airlangga telah menjadi sarana yang efektif dalam transformasi kepemimpinan bangsa.

“Semenjak reformasi, kita sudah berhasil menyelenggarakan lima kali pemilu legislatif dan empat kali pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung,” katanya.

Pada mulanya kata Airlangga, Pemilu Legislatif diselenggarakan secara terpisah dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Tetapi seiring waktu pada Pemilu 2019 untuk pertama kalinya diselenggarakan Pileg dan Pilpres secara serentak.

Baca Juga:  Gempa Bumi Magnitudo 3,9 Guncang Nias Barat, Tidak Potensi Tsunami

Sejak awal kata Airlangga, pemilu serentak dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensiil agar tidak terjadi pemerintahan yang terbelah, diharapkan dapat menyederhanakan jumlah partai politik serta efisiensi dalam penggunaan anggaran pemilu.

“Akan tetapi yang kita saksikan, alih-alih menghemat anggaran, pemilu serentak justru menelan biaya yang lebih mahal dari pemilu terpisah. Anggaran Pemilu 2019 mencapai Rp 24,8 triliyun naik 3 % dibanding Pemilu 2014 sebesar 24,1 triliyun,” katanya.

Dijelaskan Airlangga, pemilu serentak juga memakan waktu yang panjang dan melelahkan sehingga melahirkan banyak korban yang meninggal. Menurut data KPU korban yang meninggal sebanyak 144 orang sedangkan yang sakit 883 orang.

Demikian pula kata Airlangga, tujuan untuk memperkuat sistem presidensiil tidak terjadi karena partai-partai pengusung pasangan Capres dan Cawapres yang menang tidak mendapat dampak ekor-jas atau coattail effect dari paslon yang diusungnya.

Airlangga menegaskan, persaingan yang tajam selama Pilpres juga telah membelah masyarakat menjadi dua kelompok yang saling berhadapan. Munculnya politik identitas berbasis agama ditambah pengaruh media sosial semakin menambah sengit persaingan untuk memperebutkan dukungan rakyat. Sehingga sangat mengkhawatirkan bagi persatuan dan keutuhan bangsa.

Baca Juga:  Inilah Tips Nikmati Libur Akhir Pekan agar Berkualitas

Tetapi yang cukup menggembirakan dari pemilu serentak kata Airlangga, partisipasi pemilih yang meningkat cukup signifikan, sehingga memperkuat legitimasi bagi para wakil rakyat serta Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih secara demokratis dalam pemilu.

“Sebelum menerapkan sistem proporsional terbuka, kita pernah melaksanakan sistem proporsional tertutup. Perubahan dari tertutup ke terbuka diharapkan agar para anggota legislatif yang terpilih mempunyai hubungan yang lebih dekat dengan konstituennya, sehingga aspirasi dan kepentingan rakyat dapat diperjuangkan dengan baik,” imbuhnya.

Tujuan tersebut kata Airlangga, belum sepenuhnya dapat diwujudkan. Yang terjadi adalah semakin merebaknya budaya pragmatisme politik dalam masyarakat. Urusan memilih bergeser dari pertimbangan kualitatif menjadi pertimbangan yang bersifat transaksional.

“Keadaan semacam ini sangat merisaukan karena dapat menurunkan kualitas demokrasi kita. Mencermati berbagai hal di atas, Partai Golkar berpandangan kiranya perlu dilakukan semacam evaluasi atas penyelenggaraan pemilu serentak dan sistem pemilu legilastif itu sendiri,” tukasnya. (Odo)