Jejak Manusia Kerdil di Gua Liang Bua NTT

JABARNEWS | NTT – Liang Bua merupakan salah satu gua yang ada di bukit batu kapur di wilayah Manggarai, NTT. Liang Bua memiliki ukuran yang sangat besar, yakni dengan panjang 50 meter, lebar 40 meter dan tinggi 25 meter. Pada gua inilah ditemukan fosil HomFloresiensis. Yang membuatnya unik adalah, banyak penelitian menunjukkan manusia purba yang ditemukan berukuran kecil atau kerdil.

Bahkan saking kerdilnya pada 2003 ditemukan fosil yang hanya memiliki tinggi 100 cm dengan berat yang diperkirakan hanya 25 kg. Tengkorak ini ditemukan pada kedalaman enam meter. HomFloresiensis merupakan seorang manusia pendek/kerdil yang diperkirakan berasal dari 18.000 tahun yang lalu.

“Tapi bukan hanya tengkorak ini yang ditemukan. Saat itu pada kedalaman tertentu, para arkeolog juga menemukan beberapa tulang binatang purba, seperti gajah purba (stegodon), kadal, kura-kura, biawak, dan komodo,” ujar Joe, salah satu warga sekitar yang tinggal disekitar Gua Liang Bua, dilansir dari laman indonesia.go.id, Sabtu (7/12/2019).

Baca Juga:  DPRD Jabar Soroti Penurunan Hasil Budidaya Perikanan di Tasikmalaya, Ini Penyebabnya

Joe menjelaskan Nama Liang Bua berasal dari Bahasa Manggarai yang artinya “gua” atau “lubang sejuk”. Penggalian Gua Liang Bua juga dipercaya telah dilakukan sejak tahun 1930-an dan hasilnya dibawa ke Leiden, Belanda. Penggalian-penggalian terus dilakukan, baik di zaman kolonial Belanda hingga dilanjutkan di masa ini.

“Kalau saya denger dari para arkeolog, umur gua ini sudah sekira 190.000 tahun,” kata Joe.

Menuru perkiraan, gua ini terbentuk dari arus sungai yang mengalir dan membawa bebatuan hingga menembus gundukan bukit. Setelah berlangsung lama dan membutuhkan proses yang sangat panjang, bebatuan itu kemudian menjadi batuan sedimentasi.

Bila kita berwisata dengan memasuki Gua Liang Bua, kita akan menemukan staklatit cantik yang menghias dan menjuntai dari langit-langit gua. Sementara secara geologi, gua ini merupakan bentukan endokars yang berkembang pada batu gamping. Bentukan endokars itu berselingan dengan batu gamping pasiran. Batuan gamping itu diperkirakan berasal dari periode Miosen tengah atau sekitar 15 juta tahun yang lampau.

Baca Juga:  Wakapolda Jabar Kunjungi Mapolres Purwakarta

Kawasan kars di NTT ini, sebagaimana kawasan kars di tempat lain di Indonesia, juga memiliki ciri-ciri khusus yang berlainan dengan kawasan kars lainnya yang tentunya sangat menarik sebagai destinasi wisata.

Ditemukan oleh Theodore Verhoeven

Gua Liang Bua pertama kali diteliti pada tahun 1965 oleh Theodore Verhoeven, misionaris Katolik asal Belanda yang mengajar di Seminari Todabelu, Mataloko, Kabupaten Ngada. Saat itu, gua ini digunakan untuk sekolah di sekitar Liang Bua. Penelitiannya menghasilkan sejumlah kubur manusia yang berasosiasi artefak batu (serpih), tembikar dan beliung persegi.

Baca Juga:  Peringati Hari Bela Negara, Wagub Uu Ajak Masyarakat Perkuat Kesatuan dan Persatuan

Setelah periode Verhoeven, penelitian dilanjutkan oleh Prof. Dr. R P Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1978-1989. Penelitian tersebut menghasilkan temuan bahwa situs ini telah dihuni sejak masa prasejarah mulai dari masa paleolitik, mesolitik, neolitik hingga paleometalik (logam awal).

Dimulai tahun 2001-2009, penelitian dilanjutkan oleh Pusat Arkeologi Nasional dengan menggandeng University of New England (Australia) 2001-2004 dan Universitas Wollongong (Australia) 2007-2009. Pada 2010, Pusat Arkeologi Nasional menjalin kerja sama dengan Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian (AS) dan Universitas Wollongong.

Penemuan paling sensasional, yakni kerangka manusia purba yang tidak diketahui dari spesies sebelumnya, ditemukan bersama ratusan artefak batu dan tulang binatang seperti gajah purba, komodo, bangau raksasa, tikus, kelelawar dan burung. Kerangka manusia kerdil Flores dikenal sebagai HomFloresiensis dewasa. Otaknya sangat kecil, tinggi badan sekitar 1 meter, berat sekitar 30 Kg. (Red)