Ridwan Kamil Lakukan Audiensi dan Serap Aspirasi Buruh

JABARNEWS | BANDUNG – Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil menerima audiensi dan menampung aspirasi Serikat Pekerja dan Serikat Buruh tingkat Provinsi Jabar di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (9/11/2020).

Ridwan Kamil mengatakan, ada tiga poin penting yang disampaikan Serikat Pekerja dan Serikat Buruh. Salah satunya adalah UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) yang akan ditetapkan pada Sabtu, 21 November 2020.

“Ada tiga aspirasi. Pertama terkait UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota) terdahulu ada dinamika yang perlu diselesaikan. Kemudian, keberatan terhadap UMP (Upah Minimum Provinsi) yang tidak naik. Saya dengar aspirasi dan harapan agar UMK sesuai aspirasi,” katanya.

Baca Juga:  UMP Jabar Tak Naik, Alasan Ridwan Kamil Selamatkan Industri Manufaktur

Ridwan Kamil menyatakan, semua aspirasi yang disampaikan Serikat Pekerja dan Serikat Buruh akan dibahas bersama Dewan Pengupahan Jabar. Soal UMK, kata ia, merupakan kewenangan kabupaten/kota.

“Semua yang poin-poin aspirasi ini akan kami bahas nanti. Terkait UMKS akan kita bahas. Monitoring UMK akan kita bahas nanti seadil-adilnya. Saya akan menyampaikan hasil final,” ucapnya.

Baca Juga:  Ridwan Kamil: Lobi Pemekaran Daerah Jangan Hanya di Level Lokal

Dalam audiensi, Ridwan Kamil memaparkan situasi ekonomi di Jabar. Menurut ia, situasi ekonomi di setiap daerah berbeda-beda. Hal tersebut menjadi salah satu faktor dalam penetapan UMP.

Ia mengatakan, saat ekonomi terpukul karena pandemi Covid-19, ekonomi Jabar terkontraksi lebih dalam dari rata-rata nasional. Hal itu salah satunya karena 60 persen industri manufaktur Indonesia berada di Jabar.

Baca Juga:  Ridwan Kamil Terima Alat Penanganan Covid-19 dari Kemenristekdikti dan DPR RI

“Situasi daerah tidak pernah sama. Jabar, teorinya, kalau jatuh akan sangat dalam dari pada nasional, tapi kalau kebangkitan dia juga paling tinggi dari nasional. Jadi, sifat ekonomi Jabar itu ada keunikan,” katanya.

Sebagai penutup, Ridwan Kamil menambahkan, 60 persen industri (manufaktur) ada di Jabar. Jadi dinamika pengupahan, PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), dan sebagainya, yang paling parah adalah Jabar jika dibandingkan dengan provinsi lain. (Red)