JABARNEWS | DEPOK – Disabilitas—sebuah kata yang tak jarang mengundang tatapan iba, prasangka, bahkan penolakan. Di baliknya tersimpan perjuangan sunyi, jerit yang tak terdengar, dan langkah yang sering dianggap terseok. Namun, di sudut kota Depok, langkah-langkah kecil itu berubah menjadi gema harapan. Di tempat bernama SLB BCD Nusantara, keterbatasan bukanlah penghalang, melainkan pijakan untuk melompat lebih tinggi.
SLB BCD Nusantara, yang berdiri tidak karena sebuah rencana besar, melainkan karena sebuah pilihan kecil namun penuh makna: antara “menolong” atau “meninggalkan”. Pilihan yang diambil Sujono, pendirinya, pada suatu sore di tahun 1989, telah menumbuhkan ratusan impian dari anak-anak yang tak pernah diberi kesempatan memilih oleh dunia.
Tahun 1989. Di tengah rutinitas hari yang tak istimewa, Sujono, seorang lulusan pendidikan luar biasa dengan bekal psikologi, PAUD, dan manajemen, baru saja pulang kerja. Di sebuah sudut jalan, matanya terpaku pada seorang anak yang tengah menyantap makanan dari tempat sampah. Bukan hanya pemandangan itu yang mengguncangnya, tapi juga dua kata yang kemudian muncul dalam pikirannya: “Tolong” atau “Tinggalkan.”
“Yang dominan ternyata kata ‘tolong’,” kenang Sujono. “Saya lalu izin ke warga sekitar untuk membawa anak itu. Saya katakan, kalau ada yang mencari, anak ini ada di tempat saya.” Dan itulah awalnya.
Sujono memberi pengasuh, dan menyediakan makanan. Hari demi hari, anak-anak dengan kondisi serupa berdatangan. Tuna netra, tuna rungu wicara, grahita, autisme, down syndrome—semua dari jalanan, terlupakan.