Daerah

Pembatalan Proyek Insinerator Bandung: Bukti Lemahnya Tata Kelola Anggaran Pemkot

×

Pembatalan Proyek Insinerator Bandung: Bukti Lemahnya Tata Kelola Anggaran Pemkot

Sebarkan artikel ini
Pembatalan Proyek Insinerator Bandung: Bukti Lemahnya Tata Kelola Anggaran Pemkot
Balai Kota Bandung menjadi simbol tempat lahirnya berbagai kebijakan publik yang berdampak langsung pada masyarakat.

 

JABARNEWS  | BANDUNG – Di balik pembatalan mendadak proyek insinerator bernilai miliaran rupiah, tersingkap rapuhnya fondasi tata kelola perencanaan anggaran Pemerintah Kota Bandung. Program yang sempat lolos hingga masuk ke Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) itu terkesan dipaksakan berjalan tanpa kajian lingkungan, analisis teknis, maupun pertimbangan sosial yang matang. Fakta ini menegaskan bahwa bukan sekadar miskalkulasi administratif, melainkan gejala serius lemahnya perencanaan berbasis bukti di tubuh Pemkot.

Proyek yang Dipaksakan, Kajian yang Terabaikan

Indikasi pemaksaan program tampak jelas sejak awal. Proyek insinerator yang diklaim menjadi solusi pengelolaan sampah ini justru tidak dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), tidak memiliki kajian teknis memadai, bahkan tidak melibatkan masyarakat yang berpotensi terdampak. Ironisnya, tanpa fondasi tersebut, program tetap masuk ke dalam DPA dan siap dieksekusi.

Baca Juga:  Sebanyak 16 Kecamatan dan 169 Desa di Cianjur Terdampak Gempa Bumi

Kang Joker, Ketua Umum DPP LSM PMPR Indonesia, menegaskan bahwa proses ini cacat sejak hulu. “Pembatalan program setelah penetapan DPA ini bukan sekadar kekeliruan administratif biasa. Ini adalah konsekuensi langsung dari proses perencanaan yang dipaksakan, minim koordinasi, dan lemahnya fungsi pengawasan internal,” ujarnya.

Momentum Kegagalan yang Tersingkap

Pada Sabtu, 27 September 2025, publik Bandung digegerkan oleh kabar pembatalan insinerator. Proyek yang sebelumnya dielu-elukan sebagai terobosan itu runtuh sebelum sempat berdiri. Fakta ini memperlihatkan betapa rapuhnya sistem penganggaran di Pemkot Bandung.

Keputusan yang seharusnya didasarkan pada analisis rasional justru terlihat didorong oleh kepentingan sesaat.

“Keputusan penganggaran tampaknya lebih didasarkan pada dorongan kepentingan sesaat dari beberapa pihak, bukan kebutuhan strategis daerah,” lanjut Kang Joker.

Baca Juga:  Razia Kos-kosan di Serdang Bedagai, Belasan Orang Positif Narkoba

Kerugian dan Bayang-Bayang Maladministrasi

Dampak dari pembatalan ini bukan hanya hilangnya peluang pembangunan, tetapi juga kerugian berlapis. Pihak ketiga yang mungkin telah menyiapkan sumber daya jelas dirugikan. Kepercayaan publik terhadap kredibilitas Pemkot pun terkikis. Lebih jauh, kondisi ini membuka potensi temuan maladministrasi oleh lembaga pengawas di kemudian hari.

Minimnya screening regulasi dan ketiadaan mekanisme operasional yang jelas semakin memperparah persoalan. TAPD maupun Bappelitbangda yang seharusnya menjadi filter utama ternyata gagal menjalankan perannya. Akibatnya, publik menilai ada cacat serius dalam sistem pengendalian internal.

Saatnya Koreksi Struktural dan Kultural

Kang Joker menegaskan bahwa kegagalan ini harus dijadikan momentum perbaikan. Ia menekankan perlunya penegasan kembali prinsip perencanaan berbasis data, kajian risiko, serta penerapan sanksi administratif bagi pihak yang memaksakan program tanpa dasar regulatif yang kuat.

Baca Juga:  Susi Pudjiastuti Bongkar Dugaan Izin Kontroversial Keramba di Pantai Timur Pangandaran

Lebih dari itu, penguatan peran Bappelitbangda dan TAPD menjadi keharusan mutlak. Transparansi dan partisipasi publik juga harus ditingkatkan agar proses perencanaan tidak lagi didikte oleh kepentingan jangka pendek.

“Kejadian ini adalah pelajaran penting bahwa setiap rupiah anggaran publik harus direncanakan dengan kehati-hatian. Harus berdasarkan kajian menyeluruh, dan diarahkan untuk kepentingan publik yang berkelanjutan, bukan kepentingan pihak tertentu,” tegasnya.

Pada akhirnya, kegagalan insinerator harus menjadi alarm keras. Publik menuntut agar Pemkot Bandung tidak lagi mengulangi kesalahan yang sama. Anggaran publik wajib dikelola secara akuntabel, transparan, dan sepenuhnya berorientasi pada kemaslahatan masyarakat Kota Bandung. (Red)