JABARNEWS | BANDUNG – Lampu-lampu jalan yang seharusnya menerangi malam di Kabupaten Cianjur kini justru menyinari kisah kelam di balik proyek bernilai miliaran rupiah. Selasa (14 Oktober 2025) lalu, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung menggelar sidang perdana kasus dugaan korupsi pengadaan lampu Penerangan Jalan Umum (PJU).
Tiga terdakwa dihadirkan ke persidangan: Dadan Ginanjar, Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Cianjur tahun 2023; Ahmad Muhtarom, Direktur PT Karya Putra Andalan (KPA); dan Muhammad Itsnaeni Hudaya, konsultan penyedia PJU. Ketiganya kini menghadapi ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
“Para terdakwa diduga telah memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan merekayasa proses pengadaan PJU yang bersumber dari APBD bantuan Provinsi Jawa Barat,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Panji Surono.
Jaksa menegaskan, praktik curang itu menyebabkan kerugian negara hingga Rp9,787 miliar. Kasus ini pun langsung menyita perhatian publik, mengingat proyek PJU seharusnya ditujukan untuk keselamatan dan kenyamanan warga di malam hari.
Jabatan Ganda, Satu Kuasa: Awal Mula Manipulasi
Peran Dadan Ginanjar menjadi sorotan utama. Sebagai Kepala Dinas sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ia memegang kendali penuh atas perencanaan dan pelaksanaan proyek. Posisi itu memberinya kekuasaan ganda: bisa menentukan konsultan, penyedia, hingga alur anggaran.
Proyek senilai Rp40 miliar ini berasal dari bantuan Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2023, dengan proposal yang diajukan sejak 2022. Begitu dana cair ke BPKAD Kabupaten Cianjur, proyek langsung digarap di bawah kendali Dinas Perhubungan. Namun, penyimpangan muncul di hampir setiap tahap.
“Dokumen teknis yang disusun terdakwa Muhammad Itsnaeni Hudaya tidak sesuai spesifikasi Permenhub Nomor 27 Tahun 2018, tetapi tetap disetujui oleh terdakwa Dadan Ginanjar,” tegas JPU di ruang sidang.
Selain itu, Ahmad Muhtarom selaku Direktur PT KPA juga disebut menayangkan data palsu di e-katalog, bahkan memesan tiang lampu sebelum kontrak resmi ditandatangani. Langkah itu dilakukan untuk mempercepat proyek dan memastikan pencairan dana — meski jelas melanggar aturan hukum.
Dugaan Suap dan Upaya Tutup Kasus di Balik Proyek PJU
Sidang semakin menarik ketika jaksa membacakan bagian dakwaan yang menyinggung dugaan suap. Dalam berkas perkara, disebutkan adanya aliran uang dari salah satu terdakwa kepada pihak tertentu untuk menutupi kasus ini agar tidak sampai ke meja hijau.
Meski belum dijelaskan secara rinci siapa penerimanya, jaksa memastikan unsur gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang akan didalami lebih lanjut dalam sidang lanjutan.
> “Ada indikasi kuat bahwa uang hasil proyek digunakan untuk mengamankan proses hukum. Unsur itu akan kami buktikan melalui saksi dan dokumen keuangan,” ujar JPU dengan nada tegas.
Sidang pun digelar dengan pengawasan ketat, mengingat kasus ini melibatkan pejabat aktif dan proyek vital yang berkaitan dengan penerangan jalan umum — fasilitas yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.
Gelombang Kecaman Publik: “Lampu Jalan untuk Siapa?”
Kasus ini langsung menimbulkan gelombang kecaman publik. Warga Cianjur menilai tindakan korupsi dalam proyek PJU adalah ironi terbesar, karena proyek tersebut sejatinya dibuat untuk keselamatan pengguna jalan dan warga pedesaan.
“Jangan hanya berhenti di tiga nama. Proyek besar seperti ini pasti melibatkan jaringan kuat di belakangnya,” ujar salah satu pemerhati kebijakan publik Cianjur kepada wartawan setelah sidang.
Aktivis antikorupsi juga mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) dan majelis hakim menelusuri lebih dalam aliran dana, termasuk potensi keterlibatan pihak lain di luar ketiga terdakwa.
Bagi masyarakat, kasus ini bukan hanya soal angka, tapi juga rasa dikhianati oleh pejabat publik yang seharusnya melayani.
Sidang Lanjutan: Menanti Saksi Kunci dan Pembuktian
Sidang berikutnya dijadwalkan menghadirkan saksi dari Dinas Perhubungan, rekanan proyek, serta pihak pengawas teknis. Jaksa berharap keterangan mereka dapat mengurai siapa yang paling diuntungkan dari skema korupsi ini.
Ketiga terdakwa masih memilih diam, sesekali berbisik dengan kuasa hukumnya. Sementara di luar gedung pengadilan, publik terus memantau. Media lokal, aktivis, hingga mahasiswa mulai mengikuti jalannya sidang dari minggu ke minggu.
Bagi warga Cianjur, keadilan kali ini adalah harapan yang menuntut terang — bukan dari lampu jalan, tetapi dari putusan hakim yang berani dan jujur. Karena bagi mereka, penerangan sejati bukanlah cahaya dari tiang-tiang besi, melainkan kejujuran dari para pejabat yang mengelola uang rakyat.(Red)