Daerah

Klinik Lamoria: Cahaya Sehat di Balik Dinding Lapas Perempuan Bandung 

×

Klinik Lamoria: Cahaya Sehat di Balik Dinding Lapas Perempuan Bandung 

Sebarkan artikel ini
Klinik Lamoria: Cahaya Sehat di Balik Dinding Lapas Perempuan Bandung 
Wali Kota Bandung Muhammad Farhan bersama jajaran Lapas Perempuan Kelas II Bandung meresmikan Klinik Utama Lamoria, simbol harapan baru bagi pelayanan kesehatan warga binaan.

 

JABARNEWS | BANDUNG – Di balik tembok tinggi Lapas Perempuan Bandung, secercah harapan baru tumbuh. Pemerintah Kota Bandung bersama Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II Bandung meresmikan Klinik Utama Lamoria Lapas Mojang Priangan (Lamoria) — sebuah langkah nyata untuk menghadirkan pelayanan kesehatan yang layak bagi warga binaan sekaligus membuka akses bagi masyarakat sekitar.

Langkah kolaboratif ini menandai semangat baru dalam pelayanan publik. Tidak hanya sekadar proyek kesehatan, tetapi juga cerminan nilai kemanusiaan bahwa setiap orang berhak atas perawatan yang bermutu, di mana pun mereka berada.

Kolaborasi Pemkot dan Lapas Demi Akses Kesehatan yang Setara

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyampaikan bahwa Klinik Lamoria merupakan hasil kolaborasi yang telah dirintis sejak sekitar empat bulan lalu. Ia menegaskan bahwa kehadiran klinik ini adalah bukti nyata dari sinergi antara pemerintah daerah dan lembaga pemasyarakatan.

“Klinik Lamoria ini kami resmikan sebagai klinik utama yang memberikan pelayanan kesehatan bagi warga binaan. Namun karena sudah berizin sebagai klinik utama, ke depan juga bisa melayani masyarakat umum di sekitar wilayah Lapas,” ujar Farhan di Lapas Perempuan Kelas II Bandung, Kamis, 30 Oktober 2025.

Baca Juga:  Aksi Geng Motor Bersenjata Tajam Resahkan Pengendara di Perbatasan Sukabumi-Bogor

 

Menurut Farhan, Klinik Lamoria bukan sekadar fasilitas kesehatan, tetapi juga bagian dari sistem pelayanan publik yang terintegrasi dengan administrasi kependudukan (adminduk).

“Bagaimanapun, pelayanan publik harus tertata dan berbasis data adminduk. Ini juga menunjukkan bahwa Pemkot Bandung ikut terlibat dalam pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh jajaran pemasyarakatan,” jelasnya.

 

Melalui pendekatan ini, Pemkot Bandung berupaya menegaskan bahwa pelayanan publik tidak boleh berhenti di balik pagar lembaga pemasyarakatan, melainkan harus hadir dengan empati dan profesionalisme.

Legalitas Kuat, Pelayanan Kian Optimal

Sementara itu, Kepala Lapas Perempuan Kelas II Bandung, Gayatri Rachmi Rilowati, menjelaskan bahwa kehadiran Klinik Lamoria menjadi tonggak penting dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan di lapas.

> “Fungsi utama Klinik Lamoria adalah melayani warga binaan. Jika ada kasus yang tidak bisa ditangani di klinik pratama, maka akan dirujuk ke rumah sakit di luar lapas sesuai rekomendasi dokter,” tutur Gayatri.

 

Ia menambahkan, izin operasional sebagai klinik utama baru diterbitkan sekitar dua bulan lalu. Meski begitu, pelayanan kesehatan bagi warga binaan sebenarnya telah berjalan sejak lama.

Baca Juga:  69 Kilo Sabu dan 59 Ribu Butir Ekstasi Gagal Beredar di Sumatra Utara

“Sekarang kami punya dasar hukum yang jelas, jadi pelayanan bisa lebih optimal,” tambahnya.

 

Saat ini, Lapas Perempuan Kelas II Bandung menampung 417 warga binaan dan 2 anak bawaan. Dengan legalitas yang kuat, setiap langkah pelayanan kini berdiri di atas fondasi hukum yang kokoh, memberi rasa aman bagi tenaga medis sekaligus bagi warga binaan yang menjadi penerima manfaatnya.

Sinergi Pelayanan Publik: Dari Adminduk hingga Kegiatan Sosial

Dukungan juga datang dari berbagai pihak. Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandung, Tatang Muhtar, menuturkan bahwa kerja sama antara Disdukcapil dan lapas telah terjalin dengan baik selama ini.

> “Kami punya layanan jemput bola melalui mobil keliling. Jadi kalau ada kebutuhan layanan administrasi kependudukan bagi warga binaan, kami langsung datang ke lapas,” ungkap Tatang.

 

Kolaborasi lintas instansi ini memperlihatkan bagaimana pemerintah kota membangun sistem layanan yang inklusif, menyentuh sisi administratif sekaligus kemanusiaan.

Tak berhenti di situ, momentum peresmian Klinik Lamoria juga dirangkai dengan kegiatan sosial berupa khitanan massal untuk 50 anak, yang terdiri dari anak warga binaan dan anak warga sekitar lapas. Dari jumlah itu, sebanyak 42 anak dinyatakan lolos seleksi dan mengikuti kegiatan tersebut.

Baca Juga:  Hengky Kurniawan Merapat PDIP, Ini Tanggapan Wasekjen Demokrat

Kegiatan tersebut menjadi simbol kepedulian yang melampaui batas institusi. Ia bukan sekadar acara seremonial, melainkan bentuk nyata kehadiran pemerintah di tengah masyarakat yang membutuhkan.

Layanan yang Bermutu dan Manusiawi

Apresiasi tinggi juga datang dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, yang menilai kolaborasi ini sebagai langkah maju dalam memperkuat sistem pelayanan di lingkungan pemasyarakatan.

“Pelayanan medis sebenarnya sudah berjalan lama, hanya saja legalitasnya baru terbit dua bulan lalu. Terima kasih kepada Pak Wali Kota atas dukungannya, sehingga kini kami memiliki payung hukum yang kuat untuk memberikan layanan kesehatan kepada warga binaan,” ujarnya.

 

Dengan berdirinya Klinik Utama Lamoria, Pemkot Bandung berharap pelayanan kesehatan bagi warga binaan maupun masyarakat sekitar dapat semakin mudah diakses, lebih bermutu, dan tetap mengedepankan sisi kemanusiaan.

Karena sejatinya, kesehatan bukan hanya urusan medis, melainkan juga tentang martabat manusia — dan di balik dinding lapas, martabat itu kini sedang dijaga dengan sepenuh hati.(Red)