JABARNEWS |BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mulai mengambil langkah konkret dalam modernisasi sistem lalu lintas. Melalui Dinas Perhubungan (Dishub), Pemkot bekerja sama dengan pihak ketiga untuk menerapkan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) pada sistem pengaturan lalu lintas. Uji coba pertama kini berlangsung di salah satu titik padat kendaraan, yaitu Jalan Pasteur.
Langkah ini menjadi upaya baru untuk mengurai kemacetan yang selama ini menjadi masalah klasik Kota Bandung. Teknologi AI diharapkan mampu mengatur waktu nyala lampu lalu lintas secara otomatis, menyesuaikan dengan kondisi kendaraan di lapangan.
DPRD Apresiasi Inovasi, tapi Minta Kejelasan Sistem AI
Anggota Komisi III DPRD Kota Bandung, Yoel Yosaphat, menyambut positif inovasi yang digagas Pemkot Bandung. Ia menilai penerapan teknologi AI merupakan langkah maju dalam menghadapi tantangan mobilitas perkotaan.
“Langkah Pemkot Bandung dalam menerapkan AI pada pengaturan lalu lintas sudah sangat baik,” ujarnya.
Namun, Yoel menyoroti kurangnya transparansi terkait teknologi yang digunakan. Hingga kini, DPRD belum menerima penjelasan detail mengenai sistem AI tersebut. “Tinggal memastikan teknologi AI yang digunakannya seperti apa, kita juga tidak diberitahu nih. Berarti nanti ada sistem apakah menggunakan AI yang sudah ada atau pesan khusus,” ungkapnya.
Ia mengaku sempat menanyakan hal ini dalam rapat kerja Komisi III dengan Dishub Kota Bandung. Namun, informasi yang diperoleh baru sebatas tahap uji coba. “Kita belum tahu pakai AI-nya bikinan mana, AI-nya seperti apa,” tambahnya.
Pemantauan Ketat untuk Ukur Efektivitas Teknologi
Selain soal kejelasan teknologi, Yoel menekankan pentingnya pemantauan secara rutin terhadap hasil uji coba. Menurutnya, pemantauan akan membantu menilai sejauh mana teknologi AI benar-benar mampu mengurangi kemacetan.
“Ke depannya kita bisa melihat berkurangnya kemacetan ini seperti apa, menurut saya harus terus dipantau di titik uji coba ini,” jelasnya.
Pemantauan tersebut, lanjut Yoel, menjadi tahap penting sebelum sistem AI diterapkan di lokasi lain. Evaluasi dari uji coba di Jalan Pasteur akan menjadi dasar keputusan untuk memperluas penerapan di wilayah-wilayah yang juga rawan kemacetan.
Efisiensi Anggaran Jadi Pertimbangan Utama
Isu lain yang turut disorot adalah soal pembiayaan teknologi ini. Biaya penerapan sistem AI di Bandung disebut hampir mencapai Rp2 miliar. Yoel menilai, angka tersebut cukup besar jika sistem yang digunakan merupakan hasil pesanan khusus.
“Lebih baik biayanya enggak mahal-mahal. Kalau pesanan khusus memang mahal. Kalau pakai AI sudah ada, sudah umum dan langganan dan lain-lain mungkin lebih murah,” ungkapnya.
Ia berharap Pemkot Bandung memilih solusi yang ekonomis tanpa mengorbankan kualitas. Menurutnya, teknologi berlangganan bisa menjadi alternatif efisien dengan hasil yang tetap optimal. “Kita juga ingin yang ekonomis tapi hasilnya enggak jelek,” tambahnya.
Untuk pembiayaannya, Pemkot dapat menggunakan anggaran dari APBD atau menggandeng pihak ketiga agar beban fiskal tidak terlalu berat.
AI Diharapkan Jadi Solusi Konkret Atasi Kemacetan Bandung
Yoel menegaskan, penerapan teknologi AI bukan sekadar proyek inovasi, tetapi harus memberi dampak nyata bagi masyarakat. “Yang penting masalah kemacetan di Kota Bandung bisa selesai,” pungkasnya.
Dengan pemantauan yang ketat, transparansi teknologi, serta efisiensi biaya, langkah Pemkot Bandung diharapkan menjadi titik awal menuju sistem lalu lintas yang lebih cerdas dan responsif. Jika berhasil, Bandung bisa menjadi kota percontohan dalam penerapan teknologi AI untuk transportasi perkotaan di Indonesia. (Red)





