JABARNEWS | BANDUNG – Hujan deras tak lagi jadi penanda musim hujan—itulah wajah baru kemarau basah yang tengah melanda Kota Bandung. Di tengah meningkatnya ancaman banjir dan longsor, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan dengan tegas mengultimatum warga yang masih bermukim di bantaran sungai: segera pindah sebelum bencana merenggut korban jiwa.
Ancaman Bencana Meningkat, Warga Diminta Waspada
Sabtu, 24 Mei 2025, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan meninjau langsung sejumlah titik bencana di berbagai penjuru kota. Kunjungan ini bukan hanya formalitas. Ia datang membawa pesan tegas: kondisi cuaca ekstrem saat ini sangat membahayakan, terutama bagi warga yang tinggal di pinggir sungai.
“Kami tidak ingin ada korban jiwa. Jangan tunggu sampai bencana datang baru bertindak,” ujar Farhan serius saat berada di lokasi bencana.
Wilayah yang ia tinjau meliputi Kelurahan Lingkar Selatan di Kecamatan Lengkong, Kelurahan Arjuna di Cicendo, Kelurahan Hegarmanah di Cidadap, serta Kelurahan Cipaganti di Coblong. Semua lokasi itu terdampak banjir atau longsor akibat curah hujan tinggi yang tak menentu.
Fenomena Kemarau Basah
Menurut Farhan, seluruh wilayah Bandung—baik selatan, timur, barat, maupun utara—tak luput dari fenomena kemarau basah. Ini adalah kondisi langka, di mana hujan deras justru terjadi di masa transisi menuju kemarau. Intensitasnya sulit diprediksi, dan efeknya bisa sangat merusak.
“Buntut hujan alias kemarau basah ini menakutkan. Longsor dan banjir terjadi di mana-mana. Mulai dari Mandalajati di Bandung Timur, kawasan Lengkong hingga Hegarmanah di Utara,” kata Farhan sambil menunjukkan lokasi terdampak.
Relokasi Sukarela dengan Bantuan Rp5 Juta
Dalam upaya mengurangi risiko bencana, Pemkot Bandung menggandeng Bank BJB untuk memberikan bantuan relokasi sebesar Rp5 juta per kepala keluarga kepada warga yang tinggal di bantaran sungai. Bantuan ini bertujuan mendorong warga agar segera pindah ke tempat yang lebih aman.
“Pemerintah tidak mungkin menggusur. Namun kami minta, ayo, pindah. Kami bantu untuk pindah, cari tempat lebih aman. Karena kondisi sekarang sangat membahayakan,” tegasnya.
Bukan Sekadar Bagi-Bagi Sembako
Farhan juga menekankan bahwa penanganan bencana tak cukup hanya dengan menyalurkan bantuan makanan. Solusi jangka panjangnya adalah mengubah pola pikir masyarakat yang masih nekat tinggal di wilayah rawan.
“Jangan pernah mau ngontrak atau tinggal di daerah aliran sungai, karena itu berbahaya,” katanya mengingatkan.
Pengerukan Sungai dan Kendala di Lapangan
Sebagai bagian dari mitigasi, Pemerintah Kota Bandung juga berencana melakukan pengerukan sungai-sungai kecil agar aliran air kembali lancar dan tidak meluap saat hujan. Namun, rencana ini tak lepas dari tantangan teknis.
Farhan mengakui bahwa pengerukan memerlukan alat berat, dan tidak semua titik bisa dijangkau karena sempitnya akses jalan.
Kawasan Hutan Gundul dan Sungai Citarum Jadi Sorotan
Lebih lanjut, Farhan menyoroti kondisi kawasan Bandung Utara yang kini gundul dan rawan longsor. Ia menyatakan perlunya koordinasi lebih intensif dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk menyelamatkan kawasan hulu.
Selain itu, Farhan juga mengangkat kembali isu Sungai Citarum yang dulu pernah menjadi fokus nasional. Kini, menurutnya, program “Citarum Harum” mulai kehilangan gaung.
“Citarum harum sudah mulai tidak harum lagi. Pak Presiden, tolong, karena ketika Citarum tidak harum lagi, maka kami akan selalu menghadapi masalah yang luar biasa,” ucap Farhan penuh harap.
Sampah: Masalah Klasik
Menutup pernyataannya, Farhan kembali mengingatkan pentingnya kesadaran warga dalam mengelola sampah. Ia menekankan bahwa sampah bukan urusan pemerintah semata, melainkan tanggung jawab semua warga kota.
“Sampah hari ini harus habis hari ini, sampah adalah tanggung jawab kita semua,” katanya lantang.(Red)