“Saya cek barusan ke kepala dinas perkebunan. Kalau 160 hektare itu ditanam kembali teh, membutuhkan Rp 35 miliar,” ujarnya.
Dedi juga mengaku mencium adanya aktor bermodal besar yang diduga memobilisasi warga untuk menebang tanaman teh sebelum dialihkan menjadi lahan sayuran.
“Ada orang yang punya duit, memobilisasi warga untuk menebang. Nantinya dia jadi bandar kentangnya. Wilayah selatan selalu begitu,” ungkap Dedi.
Informasi tersebut, kata Dedi, berasal dari Kepala Dinas Perkebunan. Ia menegaskan bahwa pola seperti itu harus menjadi fokus penyelidikan.
Alih fungsi lahan teh ini juga berpotensi memicu bencana ekologis akibat perubahan penataan ruang. “Bencana yang ditimbulkan karena perubahan alokasi penanaman itu berat banget Bandung itu,” ujarnya.





