Daerah

Ema Sumarna “Membelokkan Setir”, Cabut Pengakuan Soal Anggaran Rp47 Miliar

×

Ema Sumarna “Membelokkan Setir”, Cabut Pengakuan Soal Anggaran Rp47 Miliar

Sebarkan artikel ini
Ema Sumarna "Membelokkan Setir", Cabut Pengakuan Soal Anggaran Rp47 Miliar
Ema Sumarna saat memberikan keterangan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Selasa (27/5).

 

JABARNEWS | BANNDUNG –   Pada sidang yang berlangsung Selasa (27/5/2025), mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna, mengejutkan majelis hakim dengan mencabut keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Sebelumnya, ia menyatakan bahwa Banggar DPRD Kota Bandung dan Pemkot sempat membahas penambahan anggaran Rp47 miliar untuk Dishub saat kunjungan kerja di Semarang, Juni 2022.

“Dalam forum sidang ini, saya ingin menarik keterangan saya yang sebelumnya kepada penyidik kejaksaan menyatakan bahwa ada pembahasan itu saat pertemuan di rumah makan di Semarang,” ujar Ema di hadapan majelis hakim.

Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dodong Iman Rusnandi, S.H., M.H., dan merupakan bagian dari proses hukum kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City, yang menyeret sejumlah nama besar di Kota Bandung. Dalam kasus ini, empat anggota DPRD Kota Bandung menjadi terdakwa, yaitu Achmad Nugraha, Riantono, Yudi Cahyadi, dan Ferry Cahyadi Rismafury.

Alasan “Confuse”, Ema Ubah Keterangan

Tak butuh waktu lama, Ema mengaku bahwa saat memberikan keterangan kepada penyidik, ia merasa bingung. Ia pun beberapa kali menegaskan ingin mencabut keterangannya usai dicecar pertanyaan oleh jaksa.

Baca Juga:  Parkir Liar dan PKL di Kawasan Alun-alun Kota Bandung akan Segera Ditertibkan

“Tidak ada pembicaraan dan pembahasan terkait rencana penambahan anggaran untuk Dishub di RAPBDP 2022. Yang ada pembahasan program Transformasi Transportasi Bandung untuk anggaran tahun 2023. Maaf karena waktu itu saya confuse saat dimintai keterangan oleh penyidik,” jelasnya.

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan baru: jika bukan dibahas di Semarang, lalu kapan dan bagaimana penambahan anggaran itu muncul?

Tak Tegas Soal Siapa Pengusul Anggaran Tambahan

Jaksa pun menggali lebih dalam—menanyakan apakah usulan tambahan anggaran itu datang dari terdakwa Riantono. Namun, Ema tak memberikan jawaban lugas. Ia hanya menyebut mendapat informasi dari OPD terkait soal adanya aspirasi dari anggota dewan.

Menurut Ema, aspirasi tersebut mencuat setelah isu “Bandung Poek” ramai di media sosial, menyangkut buruknya penerangan jalan di sejumlah titik di Kota Bandung. Namun, ia menekankan bahwa aspirasi itu baru muncul pada Agustus 2022, bukan saat kunjungan kerja di Semarang pada Juni.

Baca Juga:  Bakal Ada Destinasi Wisata Baru di Purwakarta

Bantah Bagi-Bagi Fee kepada Anggota Dewan

Majelis hakim kemudian menyentil soal dugaan adanya pemberian fee kepada anggota Banggar setelah tercapainya nota kesepakatan antara Pemkot Bandung dan DPRD.

“Masa Anda tidak tahu? Apakah ada fee untuk para anggota Banggar setelah adanya nota kesepakatan? Anda kan Sekda, kapasitas Anda penting selaku Ketua TAPD Kota Bandung,” ujar Hakim Dodong Iman Rusnandi, S.H., M.H. dengan tajam.

Namun Ema menampik tegas, “Saya tidak tahu untuk hal itu, Yang Mulia.”

Ia menambahkan bahwa tugasnya sebagai Sekda lebih pada perumusan kebijakan, sedangkan soal teknis anggaran adalah domain OPD masing-masing.

Anggaran Membengkak karena “Dinamika”

Walau menolak banyak tudingan, Ema mengakui bahwa proses pembahasan anggaran kerap diwarnai dinamika, bahkan sempat terjadi kebuntuan alias deadlock.

“Seperti pengajuan awal penambahan anggaran itu yang semula Rp16,5 miliar, dalam perjalanan jadi Rp26,5 miliar hingga total akumulasi menjadi Rp47 miliar. Itu karena ada proses dinamika saat pembahasan bersama dewan. Hal itu biasa terjadi,” jelasnya.

Dengan kata lain, lonjakan anggaran tersebut disebutnya sebagai hasil tarik-ulur yang lazim dalam pembahasan anggaran.

Baca Juga:  Satreskrim Polres Sumedang Berhasil Tangkap Target Operasi Jaran

“Patungan” OPD untuk Menjamu Dewan di Semarang

Dalam pengakuan menarik lainnya, Ema mengungkap bahwa ia sendiri yang mengoordinasi para kepala OPD untuk “patungan” menjamu anggota dewan selama kunjungan kerja ke Semarang.

“Saya sempat mengumpulkan pimpinan OPD agar patungan untuk menjamu dewan selama kunker bersama di Kota Semarang,” tuturnya.

Ia menyebut kunjungan tersebut sebagai inspirasi lahirnya program Transformasi Transportasi Bandung, yang berambisi meniru keberhasilan Kota Semarang menghapus angkot dan menggantikannya dengan sistem bus sebagai angkutan massal.

Sidang Masih Berlanjut

Persidangan kasus ini masih jauh dari selesai. Empat nama besar—Achmad Nugraha, Riantono, Yudi Cahyadi, dan Ferry Cahyadi Rismafury—masih terus menjalani proses hukum sebagai terdakwa.

Pencabutan keterangan oleh Ema Sumarna bisa menjadi titik balik penting. Apakah ini akan memperkuat posisi para terdakwa lain, atau justru membuka tabir baru keterlibatan pihak lain?

Semua mata kini tertuju pada lanjutan sidang pekan depan di Pengadilan Tipikor Bandung.(Red)