Di antaranya UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
GMNI Purwakarta menilai paripurna tersebut cacat secara prosedural dan substansial.
Karena itu, organisasi kemahasiswaan ini menuntut DPRD Purwakarta menarik kembali keputusan tersebut dan melakukan evaluasi menyeluruh dengan melibatkan mahasiswa, akademisi, serta masyarakat sipil.
“Boikot ini bukan aksi simbolik. Ini adalah perlawanan konstitusional. DPRD wajib menarik kembali hasil paripurna Propemperda jika tidak mampu menunjukkan dasar ilmiah dan naskah akademiknya kepada publik,” ujar Yogaswara.
Sebagai bentuk tekanan politik dan pengawasan publik, aksi penyegelan gerbang kantor wakil rakyat Purwakarta itu terus berlanjut.





