Sebagai gantinya, mereka mengandalkan beras singkong atau rasi yang ditanam di lahan kolektif seluas 40 hektare.
“Jadi tuangnya sampeu, teu nuang sangu? Aya sabaraha KK?” tanya Dedi kepada salah satu warga, Abah Asep, yang kemudian menjelaskan bahwa sekitar 60 kepala keluarga atau kurang lebih 1.000 jiwa tinggal di wilayah tersebut dan bergantung pada hasil singkong.
Namun, kondisi lingkungan kini tak lagi ramah seperti dulu. Lahan produktif itu perlahan terdesak oleh pembangunan, terutama proyek perumahan yang menyasar area perbukitan di sekitar kampung.
Menurut Abah Asep, sistem tanam di Cireundeu berbeda dari pola pertanian konvensional. Tidak ada musim panen besar, sebab singkong ditanam dan dipanen bergilir sepanjang tahun.