JABARNEWS| BANDUNG – Di tengah tantangan tata kelola kota yang kian kompleks, Ketua DPD Partai NasDem Kota Bandung Rendiana Awangga menegaskan sikap partainya untuk tidak sekadar menjadi penonton. Dalam pelantikannya Sabtu (19/7/2025), Awangga menyuarakan komitmen NasDem Bandung untuk berdiri sebagai mitra strategis Pemkot Bandung di bawah kepemimpinan Wali Kota M. Farhan. Ini sebuah pernyataan yang bisa dibaca sebagai sinyal keseriusan partai dalam mengawal kebijakan publik, sekaligus kritik halus terhadap praktik politik transaksional yang kerap menjauh dari kepentingan warga.
Komitmen Bukan Basa-Basi: NasDem Usung Kerja Nyata
Rendiana Awangga tidak berbicara dalam kerangka politik simbolik. Ia menekankan bahwa dukungan NasDem kepada Pemkot Bandung bukan semata strategi elektoral. Sebaliknya, itu adalah bentuk kerja konkret untuk warga.
“Kami akan mengawal program-program Wali Kota Farhan. Ini bukan sekadar dukungan politik, tapi kerja nyata untuk masyarakat,” tegasnya.
Pernyataan ini menunjukkan keberpihakan NasDem pada akuntabilitas. Dalam konteks dinamika politik lokal, hal ini dapat dibaca sebagai langkah antitesis terhadap elite politik yang lebih sibuk memburu panggung kekuasaan daripada membenahi masalah kota.
Dari Sekretaris DPC ke Ketua DPD: Simbol Meritokrasi Kader
Namun, jika menilik lebih dalam perjalanan politik Rendiana Awangga selama 15 tahun terakhir, satu hal menjadi jelas: NasDem berupaya menumbuhkan budaya meritokrasi dalam tubuh partai. Awangga tidak langsung berada di posisi puncak. Sebaliknya, ia memulai dari bawah, tepatnya sebagai Sekretaris DPC. Dari titik awal itu, ia terus menunjukkan dedikasi. Sedikit demi sedikit, ia membuktikan kemampuannya. Alhasil, pada 2022, ia akhirnya dipercaya memimpin DPD Kota Bandung. Proses panjang ini tidak hanya mencerminkan konsistensi Awangga, tetapi juga memperlihatkan bahwa NasDem membuka ruang bagi kader yang mau bekerja keras, bukan hanya mereka yang memiliki privilese politik.
“Saya tidak pernah membayangkan terjun ke politik, tapi NasDem mengajarkan saya arti dedikasi. Di sini, bukan soal latar belakang atau siapa orang tua kita, tapi seberapa besar kerja keras kita untuk partai,” katanya.
Dalam sistem politik yang sering penuh dengan nepotisme dan oligarki, pernyataan ini merupakan kritik tersirat terhadap cara lama dalam berpolitik. Ia mengirim pesan bahwa partai politik seharusnya menjadi alat mobilitas sosial, bukan arena bagi segelintir elite.
NasDem Bangun Infrastruktur Kaderisasi
Usai pelantikan, Awangga tidak ingin berhenti pada seremoni. Ia menyebut pelantikan ini sebagai awal konsolidasi besar. Dalam waktu dekat, NasDem Bandung akan menggelar pelantikan hingga ke tingkat kecamatan dan kelurahan.
“Bahkan rencananya akan ada konsolidasi besar di Sabuga untuk menyatukan visi seluruh kader,” ungkapnya.
Langkah ini menunjukkan kesadaran partai akan pentingnya membangun struktur kaderisasi dari bawah. Jika dikelola serius, konsolidasi ini bisa menjadi fondasi politik jangka panjang yang lebih substantif ketimbang sekadar pencitraan jelang Pemilu.
Politik Pelayanan: Kritik Terhadap Ambisi Kekuasaan
Di ujung sambutannya, Awangga menyampaikan refleksi yang sarat makna. Tak hanya sebagai penutup acara, momen itu ia manfaatkan untuk menegaskan kembali nilai-nilai dasar yang seharusnya dipegang teguh oleh setiap kader. Dengan nada tegas, ia mengingatkan bahwa politik tidak boleh dijadikan alat untuk mengejar kekuasaan semata.
“Di NasDem, kita belajar bahwa politik adalah pelayanan. Saya dulu bukan siapa-siapa, tapi partai ini memberi saya kesempatan untuk berkontribusi,” tuturnya.
Pernyataan ini bukan sekadar kutipan biasa. Sebaliknya, ini merupakan sindiran tajam terhadap realitas politik saat ini, di mana orientasi kekuasaan kerap kali mengalahkan semangat pengabdian. Lebih dari itu, Awangga seolah ingin menggugah kesadaran kolektif bahwa politik seharusnya kembali ke akarnya: sebagai instrumen perubahan dan pelayanan publik.
Tak berhenti di situ, ia juga menyoroti pentingnya memperkuat substansi dalam kerja-kerja politik. Oleh karena itu, kehadiran para profesional dan akademisi dalam Dewan Pakar NasDem Kota Bandung menjadi langkah strategis. Di tengah kecenderungan partai politik yang kerap terjebak dalam pragmatisme elektoral, NasDem mencoba tampil berbeda. Mereka menghadirkan suara-suara berbasis keilmuan dan pengalaman — bukan hanya untuk memperkuat mesin suara, tetapi untuk memberi arah yang jelas dalam pembangunan kota.
Dengan demikian, NasDem ingin membuktikan bahwa partai politik tidak hanya relevan saat pemilu, tetapi juga hadir sepanjang waktu sebagai mitra kritis pemerintah dan representasi aspirasi rakyat.
Dengan energi baru pasca-pelantikan, NasDem Bandung mengirim sinyal bahwa mereka tidak ingin menjadi partai yang hanya ramai saat pemilu. Mereka ingin menjadi kekuatan yang konsisten dalam membela kepentingan publik. Apakah ini sekadar retorika atau benar-benar dijalankan? Waktu akan membuktikan.(Red)