Setiba di Brunei, SW dipekerjakan oleh agensi bernama Sharon untuk merawat orang sakit dan mengurus ternak. Namun, pekerjaan tidak sesuai perjanjian, bahkan ia beberapa kali berpindah majikan dan tidak menerima gaji. SW akhirnya kabur dan mencari perlindungan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Brunei.
Masalah belum selesai. Sponsor W dua kali mendatangi rumah Yati, menuntut ganti rugi Rp35 juta atas kaburnya SW. Bahkan, salah satu orang yang datang bersama W dalam kondisi mabuk. “Kami tidak punya uang. SW juga belum bekerja di sana. Dia satu-satunya tulang punggung keluarga,” ujar Yati lirih.
Pihak keluarga telah melaporkan kejadian ini ke Polres Banjar. Namun, menurut Kasat Reskrim Polres Banjar Iptu Heru Samsul Bahri, proses hukum belum bisa dilanjutkan karena korban belum kembali ke Indonesia. “Korban harus dihadirkan. Kami tunggu sampai yang bersangkutan pulang,” ujarnya singkat.
Kasus ini memunculkan kembali sorotan terhadap praktik pengiriman pekerja migran secara ilegal yang masih marak terjadi, serta lemahnya pengawasan terhadap sponsor dan agensi abal-abal yang kerap memanipulasi calon pekerja. (Red)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News





