Secara strategis, Asto menilai kebijakan ini menimbulkan penurunan kepercayaan publik, potensi gugatan hukum, hingga risiko temuan audit BPK maupun Kemendagri.
“Artinya, ini melemahkan identitas religius Cianjur sebagai tatar santri,” ujarnya.
Poslogis merekomendasikan revisi Perbup 18/2025 dengan masa transisi 6–12 bulan. Mekanisme verifikasi penerima insentif juga disarankan berbasis partisipasi publik dengan melibatkan MUI, DPRD, ormas keagamaan, serta tokoh budaya.
Selain itu, Asto mendorong penyusunan Perda Perlindungan Guru Ngaji sebagai jaminan hukum jangka panjang, serta integrasi nilai Ngaos, Mamaos, dan Maenpo dalam RPJMD dan APBD.
“Sehingga keberlanjutan program terjamin,” katanya.
Asto menegaskan bahwa efisiensi fiskal tetap perlu, tetapi jangan sampai mengorbankan nilai budaya dan keadilan sosial.