Daerah

Setelah Puluhan Tahun: UPI BERDAMPAK Datang, Hadirkan Cahaya untuk 108 Rumah di Sukaresmi Bandung Barat

×

Setelah Puluhan Tahun: UPI BERDAMPAK Datang, Hadirkan Cahaya untuk 108 Rumah di Sukaresmi Bandung Barat

Sebarkan artikel ini
UPI BERDAMPAK Hadirkan Cahaya untuk 108 Rumah di Sukaresmi Bandung Barat
Setelah puluhan tahun hidup dalam kegelapan, Pak Iwan dan istri akhirnya merasakan penerangan listrik di malam hari berkat bantuan UPI BERDAMPAK.

JABARNEWS  | BANDUNG BARAT — Memperingati Hari Kesaktian Pancasila, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) memilih jalan berbeda: bukan sekadar upacara atau simbol seremonial, melainkan menghadirkan terang bagi mereka yang hidup dalam kegelapan. Melalui program UPI BERDAMPAK, sebanyak 108 rumah warga di Desa Sukaresmi, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, kini mulai merasakan cahaya harapan di tengah keterbatasan. Mayoritas warga yang selama ini hidup tanpa listrik dan bergelut dengan kemiskinan ekstrem, akhirnya menemukan jawaban nyata dari kepedulian dan gotong royong.

Mengganti Seremoni dengan Aksi Nyata

Rektor UPI, Prof. Dr. Didi Sukyadi, M.A., didampingi Wakil Rektor Pendidikan dan Penjaminan Mutu, Prof. Dr. Vanessa Gaffar, S.E., Ak., MBA., menegaskan bahwa peringatan Hari Kesaktian Pancasila seyogianya dihidupkan dengan tindakan nyata.

“Memperingati Hari Kesaktian Pancasila tidak hanya dirayakan dengan upacara dan pengibaran bendera, tetapi juga dengan aksi nyata. Kami ingin memerdekakan masyarakat dari gelapnya keterbatasan dan menghadirkan sila ke lima Pancasila,” ungkap Rektor UPI penuh semangat akhir pekan lalu.

Acara simbolis digelar di rumah Pak Iwan, seorang warga desa, yang dijadikan titik awal penerapan program UPI BERDAMPAK. Kehadiran penerangan baru bukan sekadar cahaya lampu, tetapi juga sinar harapan bagi keluarga dan generasi penerusnya.

Baca Juga:  Ridwan Kamil Paparkan 11 Prioritas Pembangunan Jabar Tahun 2022, Ini Programnya
UPI BERDAMPAK Hadirkan Cahaya untuk 108 Rumah di Sukaresmi Bandung Barat
Potret keseharian keluarga Pak Iwan sebelum hadirnya UPI BERDAMPAK, hidup dalam keterbatasan tanpa cahaya listrik.

 

Potret Kehidupan Warga dalam Gelap

Kisah Pak Iwan menjadi gambaran nyata kehidupan warga Sukaresmi. Sehari-hari, ia bekerja sebagai penyadap getah pinus dengan penghasilan yang sangat terbatas.

“Getah pinus saya jual cuma empat ribu rupiah per kilo. Dalam waktu dua minggu dapat satu kwintal jika musim kemarau, tapi kalau musim hujan hasilnya tidak sebesar itu. Jadi sebulan cuma sekitar delapan ratus ribu rupiah,” tuturnya lirih.

Bersama istri dan dua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar, Pak Iwan harus bergulat dengan keterbatasan. Untuk sekadar penerangan, ia bergantung pada lampu cempor berbahan solar yang harganya kian memberatkan.

“Kalau mau pakai lampu cempor, harus beli minyak solar karena minyak tanah tidak ada. Satu liter minyak solar cuma cukup seminggu. Tapi karena tidak ada uang, ya kebanyakan gelap-gelapan. Curuk (telunjuk) saja tidak kelihatan,” tambahnya.

Bahkan untuk makan sehari-hari, warga hanya mengandalkan apa yang tersedia. “Kalau ada beras, ya masak beras. Kalau tidak, makan singkong atau daun-daunan, yang penting bisa makan,” ucapnya. Lahir 48 tahun lalu di rumah yang ia tempati hingga kini, Pak Iwan mengaku tak pernah merasakan penerangan yang layak sepanjang hidupnya.

Baca Juga:  Pemkab Bandung Barat Gelar Festival Ramadhan, Ini Tujuannya

Terang dari Energi Mandiri Rakyat

Selasa, 23 September 2025 lalu, menjadi momen bersejarah bagi Desa Sukaresmi. Melalui program UPI BERDAMPAK menghadirkan teknologi LIMAR (Listrik Mandiri Rakyat), sebuah inovasi energi baru terbarukan berbasis tenaga surya karya mahasiswa UPI.

Teknologi ini tidak hanya menghadirkan cahaya, tetapi juga dirancang hemat energi dan ramah lingkungan. Lampu LED berdaya 1 Watt yang dipasang di lima titik penting rumah—ruang tamu, teras, kamar tidur, WC, dan dapur—mampu menghasilkan intensitas cahaya setara lampu 10 Watt. Dengan cara ini, warga dapat menikmati penerangan tanpa terbebani biaya listrik bulanan.

Lebih dari itu, mahasiswa UPI secara langsung mengajarkan cara merakit dan memproduksi LIMAR kepada karang taruna, santri, dan pemuda setempat. Proses transfer teknologi ini menjadikan program tidak berhenti pada bantuan, melainkan berlanjut pada pemberdayaan masyarakat.

Baca Juga:  Upah Belum Dibayar Disebut Jadi Motif Tukang Kebun Tega Bunuh Majikan di Bandung Barat

Tokoh masyarakat setempat, Pak Entis, menegaskan kondisi warganya memang masuk kategori miskin ekstrem. “Warga kami kebanyakan petani, hidup dalam keterbatasan. Bisa dibilang termasuk kategori miskin ekstrem. Sampai saat ini belum ada penerangan memadai karena jaringan listrik PLN tidak terjangkau dan biaya listrik bulanan sangat memberatkan,” jelasnya.

UPI BERDAMPAK Hadirkan Cahaya untuk 108 Rumah di Sukaresmi Bandung Barat
Gotong royong tercermin saat pemuda desa belajar langsung merakit teknologi LIMAR bersama tim UPI BERDAMPAK.

Cahaya yang Menggerakkan Gotong Royong

Bagi Pak Iwan dan ratusan warga lainnya, hadirnya cahaya ini terasa seperti lembaran hidup baru. “Alhamdulillah, saya merasa sangat terbantu. Terima kasih,” ucapnya penuh haru.

Program ini menjadi bukti bahwa gotong royong tidak berhenti pada slogan, melainkan bisa diwujudkan melalui kerja nyata dan kepedulian sosial. Semangat UPI dan dukungan para mitra menghadirkan inspirasi bahwa nilai Pancasila dapat hidup di tengah masyarakat dengan cara sederhana: menerangi yang gelap, memberdayakan yang lemah, dan membangkitkan harapan yang hampir padam.

Desa Sukaresmi hanyalah satu dari banyak desa di Indonesia yang masih bergelut dengan keterbatasan energi. Melalui program UPI BERDAMPAK, pesan yang ingin disampaikan jelas: cahaya bukan hak segelintir orang, tetapi milik seluruh rakyat Indonesia.(Red)