JABARNEWS| BANDUNG – Menjadi perempuan di dunia politik bukan hanya soal kursi dan panggung, tapi perjuangan melawan stigma. Indri Rindani, Anggota Komisi II DPRD Kota Bandung, blak-blakan soal komentar miring yang kerap diterima politisi perempuan—mulai dari dianggap sekadar pelengkap hingga dicibir hanya bisa tampil sosialita, bukan kerja nyata.
Stigma Masih Menghantui Perempuan di Politik
Pada kegiatan Public Talk bertema “Perempuan Bukan Hanya Pelengkap! Bergerak Bukan Hanya Ingin Terlihat!”, Indri Rindani menyuarakan kenyataan pahit yang masih dialami perempuan dalam dunia politik. Ia menilai bahwa sebagian masyarakat masih memandang keberadaan perempuan sebagai simbol, bukan sebagai aktor utama perubahan.
“Untuk menjadi politisi perempuan di Kota Bandung amat sangat tidak mudah. Ada omongan miring mengatakan ‘biasa apa perempuan? Bisa sosialisasi program atau hanya sosialita saja?’,” ujar Indri di Aula Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Bandung, Jumat, 25 April 2025.
Komentar-komentar seperti itu, menurutnya, mencerminkan betapa masih kuatnya bias gender yang melekat dalam persepsi publik. Kondisi ini mempertegas bahwa perjuangan perempuan di ranah politik tidak hanya soal kinerja, tetapi juga melawan narasi yang merendahkan.
Perempuan Tak Diam, Tapi Bergerak Nyata
Lebih lanjut, Indri menyampaikan bahwa persepsi negatif terhadap perempuan juga berdampak pada pandangan masyarakat terhadap kinerja anggota dewan secara umum. Oleh sebab itu, ia mendorong agar pemanfaatan media harus ditingkatkan untuk membalikkan opini publik.
“Apa yang kita lakukan tentunya harus terlihat agar tidak ada stigma lagi soal anggota dewan apa kerjanya? Jadi program-program diliput oleh media, dan saat ini di DPRD Kota Bandung media sosialnya aktif untuk menyebarluaskan informasi soal kinerja DPRD Kota Bandung,” tegasnya.
Dengan memperkuat komunikasi publik, Indri berharap masyarakat bisa melihat langsung bagaimana wakil rakyat bekerja, khususnya keterlibatan aktif perempuan dalam merumuskan kebijakan.
Mengawal Regulasi demi Pemberdayaan Perempuan
Tidak sekadar berbicara, Indri juga menunjukkan komitmennya lewat kerja legislasi. Ia menyebut bahwa DPRD Kota Bandung sedang merampungkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan.
“Kita baru menyelesaikan pansus 5 Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan. Alhamdulillah akan segera hadir yang selama ini Kota Bandung belum punya perda itu,” ungkapnya.
Perda tersebut menjadi bukti konkret bahwa kehadiran perempuan dalam parlemen membawa dampak nyata. Lebih dari itu, regulasi ini akan menjadi payung hukum penting untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan hak-hak perempuan di Kota Bandung.
Kolaborasi Lintas Sektor
Acara Public Talk tersebut juga menghadirkan sosok-sosok perempuan inspiratif dari berbagai bidang. Hadir sebagai narasumber, Wakil Bupati Garut Putri Karlina, Wakil Rektor III Telkom University Prof. Dr. Ratri Wahyuningtyas, S.T., M.M., dan seniman Vinny Soemantri turut menyumbangkan pandangannya terkait peran perempuan dalam ruang publik.
Kehadiran mereka memperkaya diskusi, sekaligus menegaskan bahwa perempuan dari berbagai latar belakang dapat bersinergi untuk menciptakan perubahan sosial yang inklusif.
Indri Rindani membuktikan bahwa perempuan tidak hanya layak hadir dalam ruang politik, tapi juga mampu memimpin, merancang, dan mengawal kebijakan yang menyentuh kebutuhan masyarakat. Di tengah arus stigma yang belum surut, suara dan aksi nyata perempuan menjadi kekuatan yang tak bisa dikesampingkan.( Red)