JABARNEWS | BANDUNG – Tingginya data kasus LGBT di Kota Bandung menjadi salah satu alasan utama percepatan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual oleh DPRD setempat. Hal tersebut disampaikan dalam audiensi antara Panitia Khusus (Pansus) 14 DPRD Kota Bandung dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) DPC Kota Bandung, Kamis (11/12/2025).
Wakil Ketua Peradi DPC Kota Bandung, Deden R. Aquariandi, menekankan urgensi pengesahan regulasi tersebut dengan merujuk pada fakta bahwa Jawa Barat memiliki angka kasus LGBT tertinggi, di mana Kota Bandung termasuk wilayah yang terdampak signifikan. Raperda yang sedang digodok tersebut diharapkan dapat segera menjadi payung hukum untuk menangani persoalan yang dianggap mendesak ini.
Keterlibatan Ahli Hukum untuk Penyempurnaan Draf
Pada kesempatan yang sama, Pimpinan DPRD Kota Bandung, Dr. H. Edwin Senjaya, menyampaikan apresiasi atas kontribusi Peradi. Ia mengakui bahwa masukan dari organisasi advokat tersebut sangat penting. “Banyak sekali materi-materi masukan, bahkan juga koreksi yang terasa sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan raperda ini sebelum nanti ditetapkan menjadi perda,” ujar Kang Edwin Senjaya.
Lebih lanjut, Edwin Senjaya meminta kehadiran Peradi terus dilibatkan dalam pembahasan lanjutan. Ia mencontohkan bahwa ada beberapa kata yang diksinya masih kurang tepat dalam draf saat ini. Namun, hal itu disebutnya sebagai hal yang biasa dalam proses legislasi.
“Dalam pembahasan nanti juga bisa dilakukan penyesuaian, mulai dari perubahan judul hingga penambahan atau pengurangan pasal sesuai kebutuhan,” tuturnya.
Aspirasi dan Pandangan Kritis dari Peradi
Ketua Pansus 14 DPRD Kota Bandung, Radea Respati Pramudhita, menyambut positif audiensi ini. Ia menyatakan bahwa Pansus sangat membutuhkan pandangan hukum dari Peradi.
“Kami akan mendapatkan aspirasi, petunjuk, dan penegakan hukum dari organisasi Peradi. Kami menunggu apa saja yang dapat disampaikan kepada kami,” kata Radea.
Radea juga menjelaskan bahwa masukan dari berbagai pihak, termasuk ahli hukum, sangat penting untuk melengkapi proses penyusunan. Ia berharap Peradi dapat memberikan pandangan terkait sejumlah isu kritis. Isu-isu tersebut antara lain potensi aturan yang diskriminatif dan kejelasan definisi penyimpangan seksual. Selain itu, upaya mencegah propaganda perilaku menyimpang juga menjadi perhatian.
Tujuan Kesehatan Publik dan Komitmen Implementasi
Selain aspek hukum, Radea menegaskan pentingnya raperda ini untuk tujuan kesehatan masyarakat. “Pentingnya penyusunan raperda ini sebagai bagian dari upaya untuk menekan risiko penyebaran perilaku seksual berisiko. Termasuk sebagai upaya agar Kota Bandung tidak lagi berada pada posisi tinggi dalam kasus HIV,” jelasnya.
Di sisi lain, Peradi tidak hanya memberikan masukan tetapi juga menyatakan komitmen untuk tahap pasca-penetapan. Deden R. Aquariandi menegaskan dukungan Peradi agar raperda segera disahkan. “Setelah ditetapkan, kami siap menyosialisasikannya dan melakukan upaya-upaya aktif dalam mendukungnya,” tegasnya.
Kegiatan audiensi ini dihadiri langsung oleh pimpinan dan anggota DPRD Kota Bandung. Hadir antara lain Ketua Pansus 14 Radea Respati Pramudhita dan anggotanya, seperti Agus Hermawan, Nina Fitriana Sutadi, Yoel Yosaphat, Muhammad Reza Panglima Ulung, dan Elton Agus Marjan. Pertemuan ini menjadi langkah konkret dalam mengakselerasi penyusunan peraturan daerah yang dinilai mendesak tersebut. ( Red)





