JABARNEWS | BANDUNG – Polemik pemilihan kepala daerah (pilkada) kembali mencuat setelah Presiden Prabowo Subianto mengusulkan agar pilkada tidak lagi digelar langsung oleh rakyat, melainkan dikembalikan ke DPRD.
Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC) menilai wacana tersebut belum memiliki variabel yang benar-benar tepat untuk diterapkan di negara demokrasi seperti Indonesia.
Peneliti IPRC Fahmy Iss Wahyudi menyatakan bahwa evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan pilkada 2024 wajib dilakukan sebelum pemerintah memutuskan format pilkada ke depan. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi publik bertema Quo Vadis: Pilkada Langsung atau Tidak Langsung, yang digelar di Bandung, Rabu (19/3/2025).
“Perlu dilakukan kajian dan evaluasi yang lebih komprehensif dari pilkada 2024. Setelah ini dilakukan, baru kita bisa menentukan apakah pilkada akan diselenggarakan secara langsung atau tidak langsung,” ujar Fahmy.
Menurutnya, baik pilkada langsung maupun tidak langsung memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pilkada langsung dinilai rawan politik uang, sementara pilkada tidak langsung tetap menyimpan risiko yang sama karena demokratisasi partai politik belum optimal.