“Bukan berarti kalau punya izin, praktiknya sudah sesuai. Di dokumen disebut pakai alat A, beroperasi 8 jam. Nyatanya, alat yang dipakai berbeda dan bekerja 24 jam nonstop. Lalu siapa yang mengawasi?” katanya.
Selain itu, Walhi Jabar juga mencatat meningkatnya tambang ilegal di wilayah selatan Jawa Barat, seperti Garut, Sukabumi, Cianjur, dan Pangandaran, menyusul keluarnya regulasi baru dari Kementerian ESDM tentang Wilayah Pertambangan dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Kawasan bukit dan pegunungan pun menjadi target eksploitasi tanpa kontrol yang memadai.
Gunung Kuda sendiri secara tata ruang masuk zona sirtu (pasir dan batu), namun juga memiliki fungsi ekologis penting sebagai area resapan dan sumber cadangan air warga sekitar. Jika terus dieksploitasi, menurut Iwang, kawasan tersebut berisiko kehilangan fungsinya secara ekologis.
“Kami sudah lama merekomendasikan penghentian tambang di sana dan mengusulkan reforestasi,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Iwang menekankan bahwa tanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan jatuhnya korban tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada perusahaan tambang saja. Pemerintah juga memiliki tanggung jawab moral dan sosial karena telah mengeluarkan izin dan gagal melakukan pengawasan.