JABARNEWS | BANDUNG – A&R Lawfirm menegaskan bahwa PT Mitratel Tbk telah mengabaikan tiga kali somasi yang mereka layangkan terkait polemik tower BTS di Desa Luragungtonggoh. Situasi tersebut semakin memicu kekisruhan setelah dua individu yang mengaku sebagai perwakilan perusahaan hadir dalam forum mediasi. Namun, legalitas keduanya dipertanyakan karena menyampaikan klaim jabatan yang berbeda-beda di hadapan peserta rapat.
Kuasa Hukum Bertindak atas Mandat Warga Desa
A&R Lawfirm menjelaskan bahwa mereka memperoleh mandat resmi dari masyarakat Desa Luragungtonggoh pada 31 Agustus 2025. Penunjukan ini dilakukan oleh Kepala Desa Emnar Maeso Jenar. Selain itu, mereka menekankan bahwa mandat tersebut memberikan dasar hukum yang jelas dalam penyelesaian sengketa tower BTS milik PT Mitratel Tbk.
Firma hukum tersebut menegaskan tujuan mereka. Mereka ingin memastikan hak masyarakat desa tetap terpenuhi. Mereka juga berharap kasus ini memberi manfaat bagi desa lain yang menghadapi masalah serupa dengan operator tower.
Tiga Somasi Tak Digubris Mitratel
A&R Lawfirm mengaku telah mengirimkan somasi sebanyak tiga kali. Mereka bahkan mengirim somasi tambahan dan mengundang PT Mitratel untuk hadir dalam press release pada 13 November 2025. Namun, mereka menyebut bahwa pihak perusahaan tidak memberikan respons.
Pihak firma hukum menyatakan, “PT Mitratel Tbk telah dengan sengaja mengabaikan peran dan fungsi kuasa hukum yang ditunjuk secara sah oleh klien kami.”
Situasi ini, menurut mereka, memperburuk hubungan antara warga dan perusahaan. Lebih jauh, tindakan itu dianggap menunjukkan sikap tidak menghormati proses hukum yang semestinya.
Representasi Mitratel Dipersoalkan
Kasus ini kemudian memasuki tahap mediasi. Setelah pemberitaan mengenai tower BTS menyebar di media, DPMPTSP Kabupaten Kuningan mengundang berbagai pihak. Mediasi berlangsung pada 26 November 2025. Pertemuan itu melibatkan PT Mitratel, pemerintah desa, warga, serta dinas terkait.
Dalam rapat tersebut hadir dua individu, yakni Sdri. Rizka dan Sdr. Legi. Keduanya mengaku sebagai perwakilan PT Mitratel. Namun, klaim jabatan yang mereka sampaikan berbeda-beda. Sdri. Rizka, misalnya, mengaku sebagai GM PT Mitratel Tbk, kemudian sebagai pihak yang menjawab somasi, dan akhirnya sebagai Manager PT Mitratel Jawa Barat.
Kuasa hukum mempertanyakan legalitas jabatan tersebut. Mereka menyebut terdapat ketidakkonsistenan yang menimbulkan keraguan atas otoritas keduanya.
Pernyataan Kontroversial yang Memicu Ketegangan
Dalam mediasi, Sdri. Rizka menyampaikan sejumlah pernyataan yang menimbulkan reaksi keras dari warga. Ia menyatakan bahwa PT Mitratel “tidak akan memberikan ganti rugi apa pun” kepada masyarakat Desa Luragungtonggoh. Ia juga menyebut “tidak ada uang pada PT Mitratel Tbk.”
Selain itu, ia menegaskan bahwa perusahaan memiliki 40.000 tower dan tidak keberatan kehilangan satu tower. Ia mengatakan bahwa CSR yang pernah diberikan hanya Rp1.500.000 satu kali sejak tower berdiri. Terakhir, ia menyatakan bahwa PT Mitratel menuntut membersihkan nama baik perusahaan terkait pemberitaan media.
Pernyataan tersebut memperburuk suasana rapat. Masyarakat menilai pernyataan itu meremehkan kepentingan warga desa.
Kuasa Hukum Tidak Diundang, Voting Dinilai Manipulatif
Selanjutnya, mediasi kedua digelar pada 27 November 2025. Namun, pertemuan tersebut tidak melibatkan A&R Lawfirm sebagai kuasa hukum. Firma hukum menilai rapat itu cacat prosedur. Mereka menyebut forum tersebut lebih menyerupai “drama monolog” karena Sdri. Rizka menguasai jalannya rapat.
Berikutnya, PT Mitratel mengadakan pertemuan lain pada 28 November 2025. Kali ini hadir Sdr. Legi tanpa kehadiran kuasa hukum warga. Agenda rapat kemudian berubah mendadak menjadi voting untuk memutuskan perpanjangan izin tower.
Dalam rapat tersebut, Sdr. Legi mengakui beberapa hal penting. Ia mengaku telah menimbulkan kegaduhan di desa. Ia juga mengakui pernah menjanjikan kompensasi, tidak menjawab permintaan kepastian dari pejabat desa, serta memperpanjang kontrak sewa lahan tanpa sosialisasi. Ia pun menyampaikan permohonan maaf kepada warga. Setelah itu, ia menawarkan opsi perpanjangan izin baru melalui voting malam itu.
Kuasa hukum menilai pelaksanaan voting tersebut tidak sesuai prosedur. Mereka menyatakan bahwa tindakan itu menunjukkan PT Mitratel berupaya mengatur proses sesuai keinginannya. Mereka bahkan menilai perusahaan memanfaatkan dinas terkait secara tidak langsung.
Kritik terhadap Sikap Perusahaan dan Riwayat Konflik
A&R Lawfirm menyoroti sikap PT Mitratel yang dianggap tidak menghargai masyarakat. Mereka membandingkan keberhasilan finansial perusahaan dengan tanggung jawab sosial yang minim. PT Mitratel, menurut mereka, meraih laba lebih dari Rp2 triliun pada 2024 dan berencana belanja aset lebih dari Rp1 triliun pada 2025. Namun, perusahaan dinilai tetap membebani masyarakat desa tempat tower beroperasi.
Selain itu, firma hukum menyinggung riwayat sengketa publik terhadap PT Mitratel. Mereka menyatakan bahwa gugatan masyarakat terhadap perusahaan sudah sering terjadi. Namun, perusahaan dinilai selalu menang dalam setiap sengketa di pengadilan.
Warga Menuntut Keadilan dan Mempertanyakan Legalitas Perwakilan Mitratel
A&R Lawfirm mewakili masyarakat Desa Luragungtonggoh secara pro bono. Mereka berharap warga bisa mendapatkan hak-hak mereka. Mereka juga menilai bahwa martabat masyarakat telah direndahkan oleh tindakan perusahaan.
Karena itu, firma hukum menuntut klarifikasi resmi dari PT Mitratel mengenai legalitas Sdri. Rizka. Mereka mengingatkan bahwa penggunaan identitas palsu dalam forum resmi dapat menimbulkan konsekuensi hukum.(Red)





