Gedung Sate

Pengamat Sebut Ridwan Kamil Lakukan Praktik Nepotisme dalam Pembentukan TAP

×

Pengamat Sebut Ridwan Kamil Lakukan Praktik Nepotisme dalam Pembentukan TAP

Sebarkan artikel ini

JABARNEWS | BANDUNG – Dalam pembentukan Tim Akselerasi Pembangunan (TAP) Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) melibatkan berbagai elemen seperti akademisi, pakar, tim sukses (timses), dan keluarganya.

Hal tersebut diketahui dari Anggota Komisi I DPRD Provinsi Jabar, Abdy Yuhana yang menyebut bahwa TAP anggotanya berisi dari mantan tim sukses (timses) Pilgub 2018 dan keluarga atau keturunan Ridwan Kamil.

Menanggapi hal tersebut, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai bahwa Ridwan Kamil secara tidak langsung telah melakukan praktik nepotisme.

Baca Juga:  Ini Pesan Ridwan Kamil untuk Pesantren di Jawa Barat

Seharusnya, lanjut dia, Ridwan Kamil tidak menjalankan politik akomodatif yang dapat berpotensi pemborosan dan korupsi.

“Tentu sangat disayangkan karena potensi korupsi menguat, Ridwan Kamil tidak seharusnya menjalankan politik akomodatif. Terlebih susunan struktur cenderung nepotisme,” kata Dedi saat dihubungi Jabarnews.com, Sabtu (28/11/2020).

Baca Juga:  Patuhi, Semua Daerah Di Jawa Barat Berlakukan PSBB

Lebih jauh, dia menjelaskan bahwa akselerasi pembangunan daerah semestinya cukup dengan pendayagunaan seluruh dinas yang ada. Justru, sambung Dedi, dengan adanya TAP menandakan bahwa pemerintah telah gagal dalam melakukan tata kelola yang efisien.

“Dengan membuat tim baru menunjukkan Ridwan Kamil gagal lakukan tata kelola pemerintahan yang efisien,” jelasnya.

Baca Juga:  Massa FPI Datangi Polres, Ridwan Kamil: Sampaikan Aspirasi Secara Baik-baik

Dedi meminta, DPRD harus tegas dan sungguh-sungguh mengawal kebijakan Ridwan Kamil, jangan sampai Gubernur melakukan kesewenangan dan mengejar populisme semata. Tak hanya itu, Dedi juga menuturkan bahwa TAP tidak perlu dibentuk.

“Bergantung tafsir DPRD  karena mereka yang lakukan pengawasan. Kalau dari sisi politik birokrasi, semestinya tidak perlu ada. Dan jauh lebih penting, perlu dilakukan audit,” tutupnya. (Rnu)

Tinggalkan Balasan