
China terus melakukan inovasi dan penetrasi pasar Indonesia melalui penguatan efisiensi dan skala ekonomi sehingga biaya rata-rata yang rendah menyebabkan komoditi mereka semakin kompetitif. Banjir produk China ini menekan daya saing produk lokal hingga UMKM. Setidaknya, ada 6 pabrik tekstil di Indonesia gulung tikar karena kalah saing dari produk China yang berdampak pada lebih dari 11.000 orang karyawan pabrik tekstil terkena PHK.
Di sisi lain, menaikan bea masuk impor boleh jadi berimbas pada bahan baku impor untuk industri sulit masuk. Jika bahan baku impor tidak bisa digantikan dengan bahan baku substitusi impor tentu akan menghambat proses produksi. Selain itu, kenaikan bea masuk impor dikhawatirkan akan menumbuhkan ilegal impor. Hal ini dapat menyebabkan industri dalam negeri mengalami keruntuhan jika barang-barang ilegal tersebut membanjiri pasar domestik.
Meskipun niat awalnya untuk melindungi produk lokal dan UMKM, namun wacana kenaikan bea impor ini berpotensi memunculkan masalah baru lainnya. Menaikan bea masuk impor jelas bukan solusi.
Dampak sistemik ini buah dari kerjasama perdagangan Indonesia dan China yang dikenal dengan China Asean Free Trade (CAFTA) pada 2012.
Liberalisasi perdagangan dalam sistem ekonomi kapitalisme menyebabkan matinya industri dalam negeri ketika kondisi negara tidak siap dengan tantangan pasar bebas. Kondisi ini menggambarkan bahwa Indonesia tidak memiki kemandirian industri sehingga bergantung pada negara lain. Ketergantungan kebutuhan pasar terhadap pasokan asing membuka celah imperialisme perdagangan.
Negara dengan sistem Kapitalisme hanya bertindak sebagai regulator, sehingga enggan menjadi industri mandiri padahal industri mandiri dapat menyelamatkan industri dalam negeri, mencegah fenomena PHK dan menyejahterakan rakyatnya.
Negara dengan sistem ekonomi Kapitalisme menyerahkan kuasa industri pada kepentingan swasta, asing dan aseng dengan membuka kerjasama perdagangan bebas. Tentunya ini berdampak pada monopoli & oligopoli perdagangan.
Islam dengan aturannya yang paripurna menjamin hubungan negara dengan luar negeri secara cermat, dengan mengutamakan kepentingan rakyat dan negara di atas kepentingan lainnya. Negara bertindak sebagai ra’in atau pengurus umat sehingga kesejahteraan rakyat ada di tangan negara. Negara wajib menjamin kepentingan rakyat individu per individu, sehingga mendorong negara membangun industri secara mandiri untuk memudahkan rakyat memenuhi kebutuhan asasinya.
Dengan kondisi ini Islam menawarkan solusi merancang Revolusi Industri, untuk melepaskan ketergantungan kepada AS, China maupun negara lainnya.
Visi Revolusi Industri dalam Islam dilaksanakan secara menyeluruh, baik pada pengembangan industri barang konsumsi seperti pangan dan tekstil, maupun industri barang-barang modal seperti mesin-mesin yang mampu memproduksi barang berteknologi rendah hingga tinggi termasuk peralatan militer yang mutakhir. Hal ini menjadikan perubahan menuju negara industri tidak bergantung pada keberadaan pasar ekspor dan keuntungan semata.
Islam mendorong negara agar berupaya memproduksi barang-barang berteknologi tinggi seperti mesin-mesin yang dapat diproduksi secara mandiri di dalam negeri yang tentunya akan menekan biaya produksi ke depannya. Mempercepat transfer teknologi dari negara industri maju dengan mendatangkan tenaga ahli atau mengutus warga negara belajar ke negara-negara industri maju agar kemudian mampu mendongkrak kualitas industri dalam negeri. Untuk mendatangkan, menahan dan memotivasi tenaga ahli, negara akan memberikan ekstra reward seperti pemberian berbagai insentif dan fasilitas yang lebih menarik dari negara asal mereka, hal ini dimaksudkan agar para tenaga ahli akan betah berkarya di negara kita.
Tujuan politik industri dalam Islam adalah negara mampu mandiri dalam bidang industri untuk memenuhi kebutuhan asasi rakyatnya sehingga dapat melepaskan diri dari imperialisme dan monopoli perdagangan serta melepaskan keterikatan pada metode kehidupan negara-negara Kapitalis sekaligus mengakhiri ketergantungan pada AS, China maupun negara lainnya. Hal ini akan terwujud jika kita mengambil rujukan penerapan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh).
Tidak ada yang mampu mengurusi semua urusan manusia, selain yang menciptakan manusia, Allah swt. Islam sebagai agama yang paripurna menyediakan semua solusi kehidupan berdasar aturan Allah swt. Wallahu a’lam bishawaab. (*)
Oleh: Ressy Nisia
*) Pemerhati Pendidikan dan Keluarga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News