Jurnal Warga

Jatuhnya Empat Wakil Rakyat: Ketika Kata-kata Merenggut Kursi Parlemen

×

Jatuhnya Empat Wakil Rakyat: Ketika Kata-kata Merenggut Kursi Parlemen

Sebarkan artikel ini
Demonstrasi rakyat tolak tunjangan DPR di gedung parlemen Jakarta dengan massa yang beragam Agustus 2025
Ilustrasi rakyat mencabut mandatnya

Tidak ada niat untuk memperkeruh keadaan. Ke depan, saya akan lebih berhati-hati dalam bersikap dan menyampaikan pendapat,” katanya, berjanji untuk menjalankan peran sebagai wakil rakyat dengan ketulusan dan tanggung jawab yang lebih besar.

Uya Kuya, melalui akun Instagram @king_uyakuya, menyampaikan permohonan maaf yang lebih personal.

Saya Uya Kuya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya, tulus dari hati saya yang paling dalam untuk seluruh masyarakat Indonesia atas apa yang terjadi beberapa hari terakhir ini, atas apa yang saya lakukan baik sengaja maupun tidak sengaja,” katanya.

Selebritis yang telah menghibur jutaan orang Indonesia itu mengaku memahami kondisi yang memanaskan situasi dan mengakibatkan luka mendalam bagi rakyat.

Tidak ada sedikit pun niat dari kami untuk membuat suasana ini menjadi gaduh. Tapi janji saya, dari lubuk hati saya yang paling dalam, saya akan lebih hati-hati lagi dalam bersikap, bertindak, bersungguh-sungguh untuk mewakili rakyat Indonesia sebagai anggota DPR RI. Beri saya kesempatan sekali lagi untuk berbuat lebih baik lagi, lebih maksimal lagi dari apa yang sudah saya lakukan selama ini,” tambahnya.

Baca Juga:  Resensi Buku : Transmigrasi dan Kapitalisme

Kegagalan Komunikasi Politik yang Fatal

Di tengah kericuhan dan aksi massa yang belakangan menghiasi kota-kota seantero Nusantara, Hendri Satrio, analis komunikasi politik, menatap fenomena ini sebagai ujian nasionalisme para anggota dewan.

Hensa, sapaan akrabnya, yang telah lama mengamati denyut nadi politik Indonesia, melihat gelombang protes ini bukan sekadar reaksi spontan. Menurutnya, Ini adalah puncak dari kegagalan komunikasi publik para pejabat.

Hensa menekankan, masyarakat membutuhkan pesan yang jelas dan mudah dimengerti.

Baca Juga:  Survei Cagub Jabar 2024, Charta Politik: Dua Nama Ini Berpeluang Maju

Namun, kenyataannya, banyak kebijakan dan pernyataan dari pemerintah maupun wakil rakyat justru membingungkan, sehingga menimbulkan ketegangan. Aksi massa, sebagian besar, lahir dari ketidakpahaman ini.

Yang lebih membuatnya cemas adalah dampak jangka panjangnya.

Akibatnya jelas, tingkat kepercayaan atau trust kepada pemerintah dan institusi legislatif terlihat menurun. Ini adalah alarm serius,” tegas Hensa.

Ia pun memberi peringatan keras bagi pejabat dan wakil rakyat: pikirkan setiap kata sebelum disampaikan. Kericuhan yang masih berlangsung kini menjadi bukti nyata, bahwa komunikasi publik yang salah bisa menimbulkan konsekuensi besar.

Sampai keluar kata-kata yang tak diinginkan oleh masyarakat itu sudah kelewatan. Maka, ini bisa jadi pelajaran buat yang lainnya agar tak sembarangan dalam berkomunikasi kepada publik,” ujarnya.

Baca Juga:  Menciptakan Surga Dunia Bagi Difabel Melalui Kota dan Pemukiman Berkelanjutan

Sementara itu, Rhenald Kasali, guru besar Universitas Indonesia, melihat fenomena ini dari sisi yang lebih luas.

Baginya, gelombang unjuk rasa bukan sekadar protes politik, tapi manifestasi kemarahan masyarakat yang lelah menanggung beban kehidupan sehari-hari.

Kenaikan pajak di beberapa daerah, pernyataan kontroversial legislatif yang minim empati, dan himpitan ekonomi, semuanya menumpuk menjadi frustasi kolektif.

Rhenald menyoroti kesulitan rakyat yang semakin nyata: pengangguran meningkat, harga beras meroket, dan kebutuhan pokok sulit dijangkau.

Ditambah kebijakan instan pemerintah, seperti pembekuan rekening warga demi pemberantasan judi online, justru menambah tekanan hidup masyarakat.

Kenapa tidak diselesaikan persoalan di akar, tidak bisa hanya dengan permintaan maaf. ada kesenjangan para elit politik dan masyarakatnya.Kalau persoalan tidak diselesaikan di akar maka akan terjadi eskalasi masalah,” tegasnya.

Pages ( 4 of 6 ): 123 4 56