Sementara itu, pembangkit berbasis fosil hanya menyumbang 24%, yakni gas 10,3 GW dan batubara rendah emisi 6,3 GW, menandai pergeseran signifikan menuju sistem kelistrikan rendah karbon.
“Ini semua kita lakukan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi listrik per kapita kita ke depan,” jelas Bahlil.
Rencana pengembangan dilakukan dalam dua tahap. Pada lima tahun pertama (2025–2029), penambahan kapasitas mencapai 27,9 GW dengan 12,2 GW dari EBT dan 3 GW sistem penyimpanan energi. Sisa kapasitas berasal dari gas dan batubara rendah emisi. Sedangkan dalam lima tahun berikutnya (2030–2034), bauran EBT dan penyimpanan energi akan mendominasi dengan porsi 90% dari total 41,6 GW.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyatakan bahwa pihaknya siap menjadi garda terdepan dalam pelaksanaan transisi energi nasional.
“Melalui RUPTL terhijau ini, PLN berkomitmen menghadirkan sistem kelistrikan yang andal, ramah lingkungan, dan berkelanjutan sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” kata Darmawan.