JABARNEWS | GARUT – Berawal dari tekad dan rasa ingin tahu yang tak pernah padam, Wawan Istiawan, meski hanya lulusan STM (Sekolah Teknik Menengah), menapaki jalan terjal dunia galangan kapal. Ia memulai pada tahun 2000 sebagai karyawan serabutan di sebuah perusahaan galangan kapal milik orang lain. Saat itu, ia mengerjakan apa saja—mulai dari tugas umum, memindahkan material, hingga membersihkan bengkel. Namun, di sela kerja, ia selalu mencari celah untuk belajar, termasuk dimana harus membeli bahan material kapal yang baik.
“Dulu saya suka ikut lembur meski tanpa dibayar. Yang penting bisa belajar ngelas, lihat proses pembuatan kapal, sampai paham bahan dan desain. Saya ini orangnya selalu penasaran ingin tahu dan belajar,” kenangnya saat ditemui JABARNEWS, Minggu (10/8/2025). Tekad ini kelak menjadi fondasi usahanya.
Awal Mendirikan Usaha Tanpa Modal

Tahun 2016 menjadi titik balik. Wawan memutuskan berhenti bekerja di perusahaan orang lain. Meski tanpa modal, ia berani mencoba. Awalnya, ia mengontrak tempat dan mengerjakan proyek pembuatan kapaldi luar Jawa hingga Papua. Semua dikerjakan dari nol. Bahan dibeli sedikit demi sedikit, pekerjaan dilakukan bersama tenaga yang ia rekrut.
Kini, di bawah bendera PT Mulia Mandiri Marine, ia memimpin 45 karyawan di galangan kapal Teluk Naga, Kabupaten Tangerang. Meski jumlah tenaga kerja tidak besar, Wawan memastikan semua adalah orang terampil dan menguasai desain kapal.
PT Mulia Mandiri Marine: Dari Tangerang ke Laut Nusantara
PT Mulia Mandiri Marine berdiri pada 28 September 2015 di Kota Tangerang dan resmi mengantongi izin Kementerian Hukum dan HAM pada 5 Oktober 2015. Sejak awal, perusahaan ini fokus pada desain dan pembangunan kapal berbagai jenis: kapal patroli, kapal pesiar, kapal wisata, kapal puskesmas, kapal kargo, kapal ikan, yacht, Rigid Inflatable Boat (RIB), dan lain sebagainya.
Kepercayaan datang dari berbagai pihak—pemerintah, swasta, hingga perorangan. Setiap proyek diselesaikan dengan perencanaan matang, pelaksanaan terukur, dan pengendalian mutu ketat. Standar K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan kelestarian lingkungan menjadi prioritas.
Perusahaan juga menerapkan manajemen teknologi modern, prinsip Lean Production, Kaizen, dan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin) untuk menjaga kualitas, menekan pemborosan, dan memastikan pengiriman tepat waktu.

Karya yang Dipercaya Banyak Pihak
Perlahan, kepercayaan datang. Kapal buatannya dipakai Kemenhan, TNI AL, Polairud, BASARNAS, hingga perusahaan swasta. Pesanan datang beragam—dari kapal patroli, kapal penumpang, hingga yacht mewah.
Pernah, ia mendapat proyek besar: 131 unit kapal patroli dengan berbagai ukuran antara 20 – 28 meter. Ia juga pernah membuat kapal patroli untuk negara Timor Leste, kapal crew boat Rig minyak lepas pantai, kapal katamaran (kapal 2 lambung) untuk patroli, kapal ikan, tugboat, Landing Craft Assault (LCA), hingga kapal Admiral penjelajah. Semua dibangun dengan standar ketat dan mengikuti regulasi resmi internasional.
Bahan kapal pun tidak asal. Wawan memilih aluminium dan fiberglass. Menurutnya, aluminium lebih unggul. “Kapal aluminium bisa didaur ulang, tahan api, dan lebih aman di laut. Banyak kejadian kapal terbakar, dan ini bisa dihindari,” tegasnya.
Filosofi Usaha: Tidak Serakah, Fokus Kualitas
Meski mengerjakan proyek bernilai miliaran rupiah, Wawan tetap tidak silau pada keuntungan besar. Ia hanya mengambil untung sekitar 10 persen. “Yang penting bisa tidur nyenyak,” tegasnya.
Bagi Wawan, menjaga kualitas dan ketepatan waktu selalu menjadi prioritas. Ia menyadari bisnis kapal memiliki persaingan ketat. “Pembuatan kapal ada kelasnya, ada standarnya. Banyak regulasi yang harus dipenuhi,” ujarnya.
Di galangan miliknya, proses pembuatan kapal berlangsung antara dua hingga enam bulan. Ia biasanya mengerjakan kapal berukuran 20–28 meter. Pesanan dari institusi negara selalu melalui tender atau e-katalog demi memastikan transparansi dan kepatuhan aturan. Meski begitu, banyak juga pesanan dari pihak swasta. Dalam setiap proyek, ia tetap memenuhi keinginan pemesan, tetapi selalu mengacu pada standar yang berlaku.
Wawan menekankan bahwa pembuatan kapal harus mempertimbangkan banyak faktor, mulai dari keamanan, kebutuhan jarak tempuh, daya jelajah, hingga jenis perairan tempat kapal akan beroperasi. “Sebelum memproduksi kapal, saya harus tahu apa keinginan pemesan dan untuk keperluan apa kapal itu. Jadi saya jelaskan semua detailnya kepada konsumen,” paparnya.

Hobi yang Mencerminkan Karakter
Di balik kesibukannya mengelola bisnis kapal, Wawan menjalani kehidupan yang sederhana dan jauh dari sorotan. Lelaki asal Bogor ini kini tinggal di kawasan Tarogong, Garut.
Ia memiliki puluhan koleksi mobil restorasi jenis jeep built-up. Namun, koleksi itu tidak untuk dipamerkan apalagi dijual. “Ini hanya hobi saja, Kang. Tidak untuk dijual,” ujarnya sambil tersenyum.
Selain mobil, Wawan juga memelihara hobi pada tanaman bonsai. Koleksi tanaman ada yang berusia belasan hingga puluhan tahun. Meski kerap mendapat tawaran tinggi dari kolektor, ia selalu menolak menjualnua. Baginya, bonsai adalah karya seni yang mengajarkan kesabaran, bukan sekadar aset.
Tantangan Modal dan Pasar
Meski reputasinya baik, Wawan tetap menghadapi kendala. Modal menjadi hambatan utama. Akses ke pembiayaan bank terbatas. Kadang, ia harus impor bahan baku sendiri jika pesanan banyak.
Persaingan juga ketat. Pasar kapal di Indonesia tidak besar. “Siapa yang mau beli kapal? Ini kan bukan barang konsumsi harian,” ujarnya. Namun, ia tidak kehilangan arah. Baginya, filosofi hidup sederhana dan kerja berkualitas adalah kunci.
Kini, di usianya yang ke-49 tahun, Wawan terus memimpin PT Mulia Mandiri Marine mengarungi industri kapal nasional. Dari bengkel sederhana di Teluk Naga, ia membuktikan bahwa dengan rasa penasaran, kerja keras, dan kejujuran, mimpi besar bisa berlayar jauh—bahkan menembus lautan internasional.(Red)