JABARNEWS | PURWAKARTA – Rencana program kompensasi berupa pembagian sembako bagi rakyat miskin dalam menghadapai pandemic Covid-19 dari Pemkab Purwakarta, harus dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian dan selektif memilih pemasok.
Pasalnya, pantauan Studi Purwakarta, tak lama setelah rencana tersebut digulirkan oleh Bupati Purwakarta Ambu Anne, banyak pihak mengaku dari berbagai macam pemasok besar bahan sembako langsung “mepet” dinas terkait yang ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan.
“Dinas Sosial harus hati-hati dan tidak sembarangan memilih pemasok bahan sembako. Proses pengadaan sembako ini harus sesuai regulasi agar aman dan barokah bagi semua pihak,” kata Hikmat Ibnu Aril, Ketua Studi Purwakarta kepada JabarNews.com, Jumat (27/3/2020).
Dinas Sosial Kab. Purwakarta, tambah Aril, harus mampu menerjemahkan niat dan keinginan mulia Bupati Ambu Anne dengan baik. Jangan kondisi prihatin seperti ini dimanfaatkan bagi keuntungan pribadi, golongan, atau kelompok.
“Pilih pemasok langsung, bukan makelar. Yang paling memungkinkan untuk mampu menyediakan dalam jumlah besar dan cepat serta harga yang masuk akal adalah perusahan plat merah atau BUMN. Atau pemasok skala nasional. Kita berharap program ini punya kualitas yang baik bagi Warga Purwakarta yang sedang prihatin kini,” jelas Aril.
Sepengetahuan dirinya, Bupati Ambu Anne ingin memberikan paket sembako ini sebanyak kurang lebih 30 ribu paket. Dan diberikan sesegera mungkin dalam masa penanganan Covid-19 saat ini.
Untuk diketahui, program bantuan Sembako bagi Warga Kabupaten Purwakarta ini adalah bagian dari program penanganan Covid-19. Pemkab mengalokasikan anggaran sebesar Rp20 miliar.
Dan dialokasikan lebih dari 50 persen dari anggaran tersebut akan digunakan untuk pengadaan sembako yang akan dibagikan kepada masyarakat yang terdampak Covid-19. Atau menjangkau seluruh daerah di Purwakarta yang rentan sebagai daerah penyebaran Covid-19.
Sedangkan dalam proses pengadaannya, sesuai Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) No. 13 Tahun 2018, bahwa dalam keadaan Darurat, bisa dilaksanakan dengan swakelola atau penyedia yang ditunjuk secara langsung. Mekanisme inilah titik rentan yang dikhawatirkan Studi Purwakarta. (Zal)