JABARNEWS | BANDUNG – Komunitas disabilitas di Kota Bandung menuntut keterlibatan penuh dalam perencanaan sistem transportasi publik, khususnya proyek Bus Rapid Transit (BRT) yang tengah digagas pemerintah kota. Mereka menilai, layanan yang ada saat ini belum sepenuhnya ramah difabel. Pengguna kursi roda masih harus dibantu untuk naik-turun kendaraan. Selain itu, fasilitas pendukung seperti ramp dengan kemiringan ideal dan audio pengarah bagi tunanetra juga belum tersedia secara memadai.
Audiensi di DPRD Kota Bandung
Senin, 4 Agustus 2025, Forum Komunikasi Disabilitas Jawa Barat menggelar audiensi dengan Komisi III DPRD Kota Bandung di ruang rapat komisi. Mereka datang bersama perwakilan dari Bandung Independent Living Centre (BILIC), Disabilitas Tanpa Batas (DTB), Yayasan Pesantren Disabilitas Mihrab Quran, dan Kawan Stroke Indonesia (KASI).
Kedatangan mereka disambut langsung oleh Ketua Komisi III DPRD Kota Bandung, Agus Hermawan, S.A.P., Wakil Ketua H. Agus Andi Setyawan, S.Pd.I., serta jajaran anggota Komisi III lainnya.
Para difabel menyampaikan harapan agar DPRD mendorong pemerintah kota serius membenahi sistem transportasi publik. Mereka ingin dilibatkan sejak tahap perencanaan. “Kami mendengar Kota Bandung akan ada layanan BRT. Tetapi teman-teman disabilitas terutama pengguna kursi roda masih harus dibantu. Inklusi itu harus mandiri. Naik-turun tanpa dibantu. Di Jakarta ada bus low-deck. Platform naik sejajar dengan deck bus. Itu sudah sangat cukup,” kata Corfied dari Disabilitas Tanpa Batas.
Infrastruktur yang Benar-Benar Inklusif
Selain fasilitas kursi roda, komunitas tunanetra juga meminta adanya audio pengarah di dalam bus. Mereka menegaskan, jargon “inklusi” harus diikuti aksi nyata. Infrastruktur publik, khususnya transportasi, harus memungkinkan difabel beraktivitas tanpa pendamping.
Ustaz Muhammad Isa dari Yayasan Mihrab Quran menyoroti beratnya mobilitas difabel pengguna kursi roda. “Kebutuhan difabel itu berat. Harapannya ada diskon untuk pendamping. Biasanya kami ke mana-mana ongkosnya harus sepaket dengan pendamping. Tapi kalau sudah bisa diakses disabilitas, tentu masyarakat umum juga bisa menikmatinya,” ujarnya.
Aden dari BILIC menekankan pentingnya desain ramah difabel sejak awal. Akses trotoar dan halte harus benar-benar terintegrasi. Ramp tidak boleh melebihi kemiringan tujuh derajat. “Tahun 1995 saya jalan 12 kilometer di Australia merasa nyaman. Semua infrastruktur ramah difabel dan nyaman untuk semua masyarakat. Kami ingin itu ada di Bandung,” tuturnya.
Komitmen dan Tindak Lanjut DPRD
Menanggapi aspirasi tersebut, Wakil Ketua Komisi III Agus Andi Setyawan menegaskan bahwa visi “Bandung Utama” mengharuskan kebijakan yang inklusif. “Ini sesuatu yang sangat penting. Kebijakan harus berpihak kepada kaum rentan. Kota Bandung harus mengakomodir masalah ini,” ucapnya.
Anggota Komisi III Yoel Yosaphat menambahkan, perbaikan tidak boleh hanya fokus pada armada bus. Trotoar, akses gedung, dan fasilitas penunjang lain juga wajib dibenahi. “Kalau kondisi sekarang tidak dibenahi, BRT dan Angkot Pintar bisa sia-sia. Harus ada jaminan layanan ke depan lebih baik,” tegasnya.
Andri Rusmana menilai, semua warga, baik difabel maupun nondifabel, berhak atas layanan publik yang nyaman. Roadmap inklusivitas transportasi publik harus dibuat dan dievaluasi berkala.
Sementara itu, H. Sutaya meminta maaf atas fasilitas publik yang belum optimal. Ia menegaskan, Komisi III akan mengawal aspirasi ini. Hal senada diungkapkan AA Abdul Rozak yang berjanji terus mendampingi difabel dan mendorong Dishub memenuhi harapan mereka.
Aan Andi Purnama menekankan bahwa perjuangan untuk difabel tidak hanya soal transportasi. Regulasi dan proyek pembangunan kota juga harus berpihak. “Trotoar yang tidak ramah difabel adalah kritik saya untuk Dinas Pekerjaan Umum,” ujarnya.
Rencana Pemkot dan Dishub
Ketua Komisi III Agus Hermawan meminta Dishub dan OPD terkait menerapkan desain fasilitas publik yang inklusif secara serius. “Tolong diperjuangkan, karena kita tidak membedakan warga. Semua punya hak yang sama,” katanya.
Kepala BLUD Angkutan Dishub Kota Bandung, Yudhiana, menyatakan saat ini masih memanfaatkan armada Trans Pasundan. Namun, saat BRT beroperasi, semua fasilitas yang menunjang kebutuhan difabel akan terpenuhi. “Sesuai regulasi, permintaan ini masuk spesifikasi wajib. BRT nanti memfasilitasi kursi roda, audio announcer, running text, dan halte ramah difabel,” ujarnya.(Red)





