Daerah

Warga Indramayu Desak Kejati Tetapkan Wakil Bupati Syaefudin Tersangka Kasus Tunjangan Perumahan DPRD

×

Warga Indramayu Desak Kejati Tetapkan Wakil Bupati Syaefudin Tersangka Kasus Tunjangan Perumahan DPRD

Sebarkan artikel ini
Warga Indramayu Desak Kejati Tetapkan Wakil Bupati Syaefudin Tersangka Kasus Tunjangan Perumahan DPRD
Massa Indramayu menggelar aksi di depan Kejati Jabar menuntut penetapan Wakil Bupati H Syaefudin sebagai tersangka kasus tunjangan perumahan DPRD.

JABARNEWS | BANDUNG – Ratusan warga Indramayu kembali menyoroti dugaan korupsi tunjangan perumahan DPRD setelah nilai anggaran fasilitas tersebut melonjak drastis tanpa dasar hukum yang sah. Kenaikan yang mencapai empat kali lipat—hasil penerbitan Peraturan Bupati 2022 yang kemudian dinyatakan melanggar asas hukum oleh BPK—memicu desakan agar Wakil Bupati Indramayu sekaligus mantan Ketua DPRD, H. Syaefudin, segera ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang diduga merugikan keuangan daerah.

Massa Geruduk Kejati Jabar, Desak Penetapan Tersangka

Suasana di Gedung Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Bandung, pada Senin sore, 17 November 2025, mendadak tegang ketika ratusan massa dari Indramayu menggelar aksi unjuk rasa. Mereka datang membawa spanduk, poster, dan pamflet yang menuntut agar penegak hukum menuntaskan kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan DPRD Indramayu tahun 2022–2024.

Massa bersuara lantang agar H. Syaefudin, yang kini menjabat Wakil Bupati Indramayu dan sebelumnya Ketua DPRD, segera ditetapkan sebagai tersangka. Setelah menyampaikan orasi, mereka akhirnya diterima oleh Kasipenkum Kejati Jabar, Nur Sricahyawijaya.

Ketua Gerakan Rakyat Indramayu (GRI), M. Solihin, memimpin demonstrasi dengan menyampaikan kritik tajam terhadap lonjakan anggaran tunjangan perumahan tersebut.

Baca Juga:  Diduga Korupsi Dana Hibah, Mantan Ketua NPCI Jabar Ditahan Kejaksaaan

Menurut Solihin, tunjangan itu awalnya hanya berkisar Rp8–10 juta per bulan untuk anggota maupun pimpinan DPRD. Namun, secara tiba-tiba angka itu melonjak menjadi Rp40 juta untuk pimpinan, Rp35 juta untuk wakil, dan Rp30 juta untuk anggota.

Dalam orasinya, ia menekankan, “Dua tahun sebelumnya kami hanya dapat 8–10 juta. Sekarang tiba-tiba jadi 40 juta untuk pimpinan. Dari mana? Itu APBD, uang rakyat.”

Perbup Melanggar Asas Hukum dan Temuan Kerugian Rp16,8 Miliar

Aksi semakin menguat setelah GRI memaparkan dasar dugaan pelanggaran. Solihin menjelaskan bahwa seluruh kenaikan fantastis itu berawal dari Peraturan Bupati (Perbup) tahun 2022, yang kemudian ditemukan melanggar asas hukum oleh BPK.

Ia menuturkan bahwa temuan tersebut menimbulkan kewajiban bagi para penerima tunjangan untuk mengembalikan dana. Menurutnya, “Kalau dasar hukumnya melanggar, satuan perhitungannya otomatis salah. Kalau salah, ya harus dikembalikan. Selama dua tahun mereka ongkang-ongkang menikmati itu.”

Baca Juga:  Wakil Ketua DPRD Bekasi Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Begini Respon Ade Sukron

Selain itu, GRI mengungkapkan bahwa hasil temuan awal mengindikasikan kerugian negara mencapai Rp16,8 miliar. Solihin pun menilai tanggung jawab kasus ini tidak hanya berhenti pada Syaefudin, tetapi juga mantan Bupati Indramayu, Nina Agustina.

Rumor Pertemuan di PIK dan Tuduhan Intervensi

Di tengah orasi, Solihin memunculkan isu lain yang membuat suasana semakin memanas. Ia menyebut adanya rumor pertemuan antara pihak Syaefudin dan seorang oknum Kejagung di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta.

Meskipun tidak memberikan tuduhan langsung, ia menyampaikan kekhawatirannya tentang potensi intervensi. Dalam ungkapannya ia berkata, “Ada kabar terjadi pertemuan tim Syaefudin dengan oknum Kejagung. Kami tidak tuduh, tapi ini sinyalir kuat. Maka Kejati jangan takut. Kami GRI akan dukung siapapun yang hendak intervensi untuk ditindak.”

Karena itu, GRI menuntut Kejati Jabar agar segera mengumumkan tersangka, dengan alasan seluruh alat bukti telah mencukupi.

Kejati Tegaskan Penyidikan Masih Berjalan, Tanpa SP3

Menanggapi gelombang desakan tersebut, Kasipenkum Kejati Jabar, Nur Sricahyawijaya, memberikan penjelasan resmi di hadapan massa yang memenuhi halaman kantor Kejati. Ia memastikan bahwa penyidikan kasus tunjangan perumahan tersebut tidak pernah dihentikan.

Baca Juga:  Hasil Penelitian, 3T Ampuh Cegah Penularan Covid-19

Nur menjelaskan bahwa tim penyidik telah berkoordinasi dengan BPKP untuk menentukan nilai kerugian negara. Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak dapat mengintervensi proses audit.

Ia menuturkan, “Proses penyidikan tunjangan perumahan Indramayu masih berjalan. Tim penyidik sudah berkoordinasi dengan BPKP untuk menentukan nilai kerugian negara.”
Ia kemudian menambahkan, “Kami mohon maaf karena proses di BPKP tidak dapat kami intervensi. Namun tidak ada SP3 dalam kasus ini. Kami minta masyarakat Indramayu bersabar.”

Meskipun demikian, GRI menyatakan siap untuk kembali menggelar aksi jika penyidikan dianggap lamban. Solihin bahkan meminta audiensi resmi dengan Kepala Kejati Jabar demi memastikan tidak ada intervensi hukum selama proses berjalan.

Ia menegaskan, “Kalau ada pihak yang coba intervensi, kami bersama Kajati akan dorong penegakan hukum yang lurus, adil, dan berada di posisi benar.”

Sebagai penutup aksi, massa meneriakkan seruan kompak: “Tangkap Syaefudin! Berantas korupsi di Indramayu!” (Red)