Daerah

Sidang Korupsi Hibah Pramuka Bandung: Empat Mantan Pejabat Didakwa Rugikan Negara

×

Sidang Korupsi Hibah Pramuka Bandung: Empat Mantan Pejabat Didakwa Rugikan Negara

Sebarkan artikel ini
Sidang Korupsi Hibah Pramuka Bandung: Empat Mantan Pejabat Didakwa Rugikan Negara ---
Empat terdakwa kasus korupsi hibah Pramuka Bandung saat memasuki ruang Sidang Tipikor, Selasa pagi.

JABARNEWS | BANDUNG – Sidang perdana dugaan korupsi dana hibah Kwartir Cabang (Kwarcab) Gerakan Pramuka Kota Bandung kembali membuka tabir penyimpangan anggaran daerah. Empat terdakwa—mantan Sekda Kota Bandung Yossi Irianto, mantan Kadispora Eddy Marwoto dan Dodi Ridwansyah, serta mantan Ketua Harian Kwarcab Deni Nurdiana Hadimin—hadir di ruang sidang Tipikor Bandung, Selasa, 25 November 2025.

Mereka didakwa menyalahgunakan dana hibah tahun 2017–2018 hingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp844,9 juta dari total anggaran Rp2,5 miliar yang dicairkan melalui DPA BPKA Kota Bandung. Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Panji Surono itu pun menjadi langkah awal mengungkap alur dugaan penyimpangan yang diduga dilakukan secara bersama-sama dalam tubuh pemerintahan dan organisasi Pramuka Kota Bandung.

Jaksa Uraikan Skema Penyalahgunaan Hibah

Sejak awal pembacaan dakwaan, Jaksa Penuntut Umum Aga Wigana menguatkan dugaan adanya praktik kolaboratif dalam penggunaan dana hibah. Ia menegaskan bahwa dana hibah tersebut seharusnya digunakan untuk mendukung kegiatan kepramukaan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun, menurutnya, para terdakwa justru menggunakan sebagian anggaran secara tidak sesuai ketentuan.

Baca Juga:  PAN Sergai Siap Menangkan Beriman Trendi

Aga Wigana menyampaikan bahwa para terdakwa “telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain”, terutama pengurus Kwarcab Gerakan Pramuka periode 2016–2021. Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa penggunaan dana hibah tersebut melenceng dari Standar Satuan Harga (SSH), khususnya pada komponen biaya representatif dan honorarium staf Kwarcab yang tidak memiliki dasar hukum.

Menurut dakwaan, proposal hibah yang seharusnya dievaluasi oleh Kadispora saat itu, Eddy Marwoto, akhirnya meloloskan anggaran yang tidak memenuhi syarat administratif maupun normatif. “Para terdakwa mengetahui bahwa pos anggaran itu tidak sesuai aturan, tetapi tetap mengajukannya,” ujar jaksa dalam persidangan.

Peran Strategis Para Terdakwa dalam Alur Anggaran

Sidang pun menyoroti posisi penting para terdakwa yang diduga mempengaruhi proses penyusunan, pengajuan, dan penggunaan hibah. Yossi Irianto, sebagai Sekretaris Daerah saat itu, dinilai memiliki kewenangan strategis dalam menyetujui alur kebijakan hibah. Sementara itu, Eddy Marwoto tidak hanya menjabat sebagai Kadispora, tetapi juga Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Hukum Kwarcab Pramuka Kota Bandung periode 2019–2024.

Selain itu, dakwaan menyebut Eddy turut mengemban posisi Ketua Harian Kwarcab, sebuah jabatan yang memungkinkan dirinya mengontrol penuh alur pelaksanaan hibah. Dengan rangkap jabatan tersebut, jaksa menilai Eddy berada pada posisi yang memudahkan terjadinya penyimpangan.

Baca Juga:  Waduh! 12 Hektar Sawah di Langkaplancar Pangandaran Longsor

Dalam dakwaan juga disebutkan bahwa Dodi Ridwansyah dan Deni Nurdiana berperan dalam memfasilitasi pencairan dan penggunaan anggaran. Keduanya diduga ikut menyusun dan menandatangani dokumen-dokumen pengajuan hibah yang tidak sesuai ketentuan.

Mekanisme Hibah yang Diabaikan

Jaksa juga mengulas bahwa pengajuan hibah senilai Rp13,7 miliar dalam proposal itu tidak melalui koreksi dan verifikasi yang memadai. Meskipun anggaran tersebut kemudian direkomendasikan menjadi Rp10,82 miliar, proses evaluasi yang seharusnya menjadi kewajiban Kadispora tetap tidak dilakukan.

Aga Wigana menjelaskan bahwa tindakan para terdakwa “telah mengabaikan aturan dalam Peraturan Wali Kota Bandung terkait tata cara hibah,” termasuk proses analisis dan verifikasi terhadap kelayakan permohonan. Alhasil, dana hibah yang akhirnya masuk ke DPA BPKA Kota Bandung sebesar Rp1,5 miliar tersebut tetap dicairkan tanpa landasan evaluatif yang benar.

Selain itu, jaksa kembali menegaskan bahwa biaya representatif yang diajukan Pramuka seharusnya hanya untuk pejabat negara eselon tertentu, bukan untuk pengurus organisasi. Dokumen-dokumen tersebut kemudian dianggap sebagai rekayasa administratif untuk melegitimasi pengeluaran yang tidak sesuai standar.

Baca Juga:  Jabar Godok Pembentukan Lima Provinsi Baru, Termasuk Sunda Galuh dan Sunda Pakuan

Kerugian Negara dan Tahapan Penahanan

Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipikor pada hari Selasa itu, jaksa mengungkap bahwa hasil audit independen dari KAP Jojo Sunarjo & Rekan menemukan kerugian negara mencapai Rp844,9 juta. Kerugian ini muncul dari pengadaan kegiatan, honorarium, serta pembayaran biaya representatif yang dianggap tidak sah.

Sejalan dengan penyidikan, Kejaksaan telah menahan Eddy Marwoto sejak 12 Juni 2025 dalam beberapa tahap perpanjangan yang melibatkan penyidik, JPU, dan Ketua Pengadilan Negeri Bandung hingga 26 November 2025. Proses penahanan ini menunjukkan adanya indikasi kuat keterlibatan yang perlu diuji lebih lanjut dalam persidangan.

Sidang berikutnya dijadwalkan akan menghadirkan saksi-saksi untuk memperkuat gambaran penyimpangan yang terjadi dalam alur penggunaan hibah. Persidangan tersebut diharapkan membuka lebih banyak fakta dan detail terkait dugaan praktik koruptif di lingkungan Pemerintah Kota Bandung dan Kwarcab Pramuka.(Red)