JABARNEWS | BANDUNG – Ketersediaan dan distribusi guru di jenjang SMA, SMK, dan Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jawa Barat dinilai telah memasuki fase mengkhawatirkan. Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, H. Yomanius Untung, menyebut persoalan tersebut tidak lagi bersifat teknis, melainkan struktural dan berpotensi mengganggu keberlangsungan proses belajar mengajar.
Menurut Yomanius, kekurangan guru terjadi akibat kombinasi sejumlah faktor, mulai dari pergeseran guru menjadi kepala sekolah, gelombang pensiun bertahap pada periode 2025 hingga 2027, hingga kebijakan pembatasan penerimaan guru baru. Kondisi ini membuat sejumlah satuan pendidikan kesulitan memenuhi kebutuhan pengajar sesuai bidang keahlian.
“Persoalan ini menjadi serius karena ketersediaan guru sangat menentukan keberlangsungan pembelajaran. Tidak mungkin berbicara peningkatan kualitas pendidikan jika masalah dasar seperti ini belum terselesaikan,” ujar Yomanius dalam keterangan yang diterima, Rabu (24/12/2025).
Selain jumlah guru, Komisi V juga menyoroti persoalan distribusi, khususnya penempatan guru PPPK yang dinilai belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan riil sekolah. Sejumlah guru tidak ditempatkan di sekolah asal, sehingga memicu kekosongan di satuan pendidikan tertentu. Akibatnya, guru harus mengajar lintas mata pelajaran yang tidak linier dengan latar belakang keilmuannya, bahkan dengan beban mengajar yang melebihi batas ideal.
Yomanius menilai kondisi tersebut berdampak langsung pada kualitas pembelajaran. Guru mengalami kelelahan, sementara siswa, terutama yang mengikuti pelajaran di jam-jam akhir, berisiko tidak mendapatkan proses belajar yang optimal.





