DPRKP juga membuka ruang bagi anggota DPRD untuk menyalurkan pokok pikiran (pokir) mereka ke dalam program rutilahu, berdasarkan basis data yang telah disusun. Ini memungkinkan intervensi yang lebih tepat sasaran kepada masyarakat, sekaligus menghindari tumpang tindih anggaran.
Namun, Wandi mengakui tidak semua kasus dapat ditangani melalui mekanisme reguler DPRKP. Misalnya, untuk kasus rumah roboh di lingkungan perumahan, penanganannya dilimpahkan ke Baznas karena tidak masuk dalam skema bantuan stimulan.
Bahkan, kata dia, pada 2023 ada satu rumah yang diperbaiki dengan nilai bantuan mencapai Rp80 juta yang berasal dari dana CSR.
“Bantuan dari APBD Kota Cirebon maksimal Rp15 juta, dari Provinsi Jawa Barat dan pusat masing-masing Rp20 juta. Sekitar 70 persen digunakan untuk material, sisanya untuk tukang,” jelasnya.
Untuk tahun anggaran 2025, Pemkot Cirebon menargetkan intervensi terhadap 162 rumah dari APBD Kota dan 80 rumah dari APBD Provinsi. Selain itu, dari pemerintah pusat disebutkan ada kuota sekitar 100 rumah, namun DPRKP telah mengajukan data sebanyak 1.600 rumah sebagai bentuk antisipasi.