KDM sapaan akrab Dedi Mulyadi mencontohkan toleransi yang telah melekat dalam keseharian masyarakat Sunda sejak lama.
“Saat saya kecil, setiap bulan Januari selalu turun hujan ngebul. Orang-orang menyebutnya ‘ieu keur tahun baru China, ceunah’. Artinya, simbol-simbol kebudayaan itu sudah menjadi bagian dari kehidupan bersama, bukan sumber perpecahan,” katanya.
Ia menilai berbagai konflik sosial yang terjadi selama ini bukan disebabkan oleh perbedaan agama atau budaya, melainkan karena kepentingan politik yang menunggangi simbol-simbol keagamaan dan identitas kelompok.
“Dalam sejarah bangsa Indonesia, seluruh daerah telah memahami pluralisme sejak lahir. Hal yang merusak justru ekspansi kekuasaan dan hegemoni ekonomi,” tegasnya.
Dedi mengajak masyarakat untuk kembali meneguhkan nilai-nilai adab sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara.