JABARNEWS | BANDUNG – Yossi Irianto didakwa melakukan kelalaian dan pembiaran dalam pengawasan aset daerah yang dimanfaatkan Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung. Jaksa menilai sikap pasif Yossi saat menjabat Sekretaris Daerah Kota Bandung telah menguntungkan dua pengurus yayasan, Sri Devi dan Rd. Bisma Bratakoesoema. Keduanya menerima pembayaran sewa lahan sebesar Rp6 miliar dan tidak masuk ke kas daerah. Akibat pembiaran tersebut, Pemkot Bandung telah kehilangan pendapatan dan mengalami kerugian negara yang signifikan.
Sidang dakwaan berlangsung di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Hubungan Industrial Bandung, Rabu (26/11/2025). Jaksa Penuntut Umum Dikdik Karyansyah, SH, MH, membacakan dakwaan primer dan subsider terhadap terdakwa.
Pemanfaatan Aset Daerah yang Berjalan Tanpa Legalitas
Jaksa menjelaskan bahwa polemik ini bermula sejak Izin Pemakaian Tanah Bersyarat untuk Yayasan Margasatwa Tamansari Bandung berakhir pada 30 November 2007. Sejak saat itu, yayasan tidak lagi memiliki legalitas untuk memanfaatkan tanah milik Pemerintah Kota Bandung yang digunakan sebagai area Kebun Binatang.
Namun, berdasarkan dakwaan, yayasan tetap memanfaatkan lahan tersebut pada kurun waktu 2008 hingga 2013 dan terus memperoleh keuntungan. Pemerintah Kota Bandung, di sisi lain, kehilangan potensi pendapatan dari aset tersebut.
Menurut JPU, situasi ini terus berlangsung dan tidak ditindaklanjuti secara tegas.
“Terdakwa selaku Sekretaris Daerah dan Pengelola Barang tidak melakukan koordinasi, pengawasan, dan pengendalian sebagaimana ditentukan dalam Permendagri,” ujar Dikdik.
Pengajuan Perpanjangan Sewa dan Penolakan Pembayaran Sewa
Pada 29 Agustus 2013, yayasan mengajukan permohonan perpanjangan sewa atas nama Drs. Rd. Romly S. Bratakusumah. Pemerintah Kota Bandung meminta penyelesaian pembayaran pemanfaatan lahan tahun 2008–2013, namun yayasan menolak. Meski menolak membayar, yayasan tetap menempati lahan tersebut dan memperoleh keuntungan dari aktivitas operasional Kebun Binatang Bandung.
Menurut jaksa, kondisi ini terus dibiarkan hingga SRI dan Rd. Bisma Bratakoesoema menjabat sebagai pengurus yayasan berdasarkan Akta Notaris Nomor 21 tanggal 25 Mei 2017.
Kelalaian yang Memberi Peluang Terjadinya Penerimaan Dana Ilegal
Jaksa menguraikan bahwa terdakwa tidak melaksanakan kewenangan pengamanan dan pengawasan aset negara yang telah tercantum dalam Kartu Inventaris Barang (KIB A). Karena itu, dua pengurus yayasan diduga menerima pembayaran sewa dari saksi John Sumampau.
JPU menyatakan:
“Perbuatan terdakwa memberikan peluang bagi saksi SRI dan saksi Rd. Bisma Bratakoesoema untuk menerima pembayaran sewa tanah sebesar Rp6 miliar yang tidak masuk ke kas daerah.”
Dari jumlah tersebut, SRI diduga menerima Rp5,4 miliar, sedangkan Bisma menerima Rp600 juta. Uang ini tidak tercatat sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung.
Kerugian Negara Terkuak dalam Audit Inspektorat
Akibat pembiaran tersebut, kerugian negara yang dihitung dari pemanfaatan aset secara melawan hukum mencapai Rp6 miliar, yang merupakan bagian dari total kerugian sebesar Rp59.292.559.355.
Nilai ini merujuk pada Laporan Hasil Audit Inspektorat Daerah Pemerintah Kota Bandung Nomor PW.02.02/341-Inspektorat/I/2024 tanggal 19 Januari 2024.
Jaksa menegaskan bahwa kerugian tersebut muncul karena terdakwa tidak melaksanakan pengamanan fisik dan hukum sebagaimana diatur dalam:
Permendagri 17/2007 dan Permendagri 19/2016
Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2008
Unsur Pasal Korupsi yang Dikenakan
Pada dakwaan primer, terdakwa diduga turut serta melakukan perbuatan memperkaya orang lain yang merugikan keuangan negara, sebagaimana diatur dalam:
Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, pada dakwaan subsider, jaksa menilai terdakwa telah menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan, sehingga menyebabkan kerugian negara. Dakwaan subsider merujuk pada:
Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
JPU Dikdik Karyansyah menegaskan bahwa “perbuatan terdakwa telah menyebabkan hilangnya hak Pemerintah Kota Bandung untuk menerima PAD dari pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa tanah.” (Red)





