Setelah saling dorong, pada akhirnya aparat kepolisian mengizinkan perwakilan massa aksi masuk ke dalam gedung DPRD Purwakarta dan menyampaikan sikapnya di ruang rapat paripurna, meski tidak ada satu pun anggota dewan yang hadir di ruangan tersebut.
Meskipun aksi diwarnai kericuhan dan aspirasinya belum tersampaikan, AGP menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal tuntutan mereka. Mereka bertekad untuk memastikan agar dwifungsi ABRI tidak kembali terulang.

Kericuhan Warnai Demo Tolak UU TNI
Aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang (UU) TNI di berbagai daerah di Indonesia diwarnai kericuhan. Meski di Purwakarta kericuhan tidak terlalu besar, di sejumlah daerah lain situasi memanas hingga memicu respons dari Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Puan menyebut provokasi sebagai pemicu utama kekacauan yang membuat aparat keamanan mengambil tindakan represif. Ia mengimbau para aparat kepolisian dan demonstran untuk menahan diri.
“Kami mengimbau agar kedua belah pihak saling menahan diri. Yang satu pihak jangan terlalu menyerang, dan satu pihak jangan juga menyerang. Kalau satu pihak menahan diri tapi yang satu pihak memprovokasi, maka yang satunya jadi terprovokasi. Jadi, silakan menyampaikan aspirasi apa yang ingin disampaikan. Tapi, jangan memprovokasi dan melakukan tindakan kekerasan,” ujar Puan di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/3/2025).
Puan juga meminta masyarakat memahami isi UU TNI yang baru disahkan secara mendetail. Jika ada pasal yang dianggap merugikan atau tidak sesuai harapan, ia mempersilakan masyarakat menyampaikan protes secara tertib atau mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mahasiswa Gugat UU TNI ke MK
Gelombang penolakan terhadap UU TNI tidak hanya dilakukan melalui aksi demonstrasi. Tujuh mahasiswa Universitas Indonesia (UI) telah mengajukan uji formil atas UU TNI yang baru disahkan oleh pemerintah dan DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan tersebut terdaftar di MK dengan nomor perkara 47/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025. Gugatan diajukan oleh Muhammad Alif Ramadhan, Namoradiarta Siaahan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan R. Yuniar A. Alpandi pada Jumat (21/3/2025).
“Menyatakan ketentuan norma dalam Undang-Undang yang telah diubah, dihapus dan/atau yang telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4439) berlaku kembali,” bunyi petitum permohonan tersebut.
Para mahasiswa menilai revisi UU TNI bertentangan dengan asas keterbukaan dalam Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Minimnya partisipasi publik serta sulitnya akses masyarakat terhadap draf RUU TNI menjadi salah satu alasan pengajuan gugatan tersebut.