JABARNEWS | BANDUNG – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis 2 tahun 3 bulan penjara kepada Edison Siregar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta 2 tahun 6 bulan. Residivis berusia 72 tahun itu terbukti melakukan penipuan bermodus hibah Asean Development Bank (ADB) yang menyebabkan kerugian besar. Korban mencapai lebih dari 700 SMK dengan nilai kerugian puluhan miliar rupiah. Sidang putusan berlangsung pada Senin, 8 Desember 2025.
Vonis Lebih Rendah dari Tuntutan JPU
Majelis hakim menyatakan bahwa Edison melakukan tindak pidana penipuan secara sah dan meyakinkan. Hakim Rahmawati SH., MH. membacakan putusan dengan tegas.
“Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penipuan. Mengadili dan menghukum terdakwa selama 2 tahun 3 bulan dipotong masa tahanan,” ujarnya.
Sementara itu, JPU sebelumnya tetap pada tuntutan awal. “Untuk itu JPU tetap pada dakwaan semula, yakni meminta majelis hakim menghukum terdakwa 2 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan,” tegas JPU dalam sidang pada 1 Desember 2025.
Vonis ini muncul setelah majelis hakim mempertimbangkan beberapa faktor. Terdakwa mengakui perbuatannya, menyesal, dan bersikap sopan. Namun begitu, hakim juga menegaskan bahwa status residivis terdakwa menjadi alasan pemberat dalam putusan.
Modus Hibah ADB dan Dokumen Palsu
Penipuan Edison berjalan dengan modus yang terstruktur. Ia menggunakan name tag berlogo Kemendikbud, dokumen palsu, dan DIPA palsu dengan tanda tangan basah. Dengan atribut tersebut, ia mendatangi SMK di berbagai daerah.
Terdakwa kemudian menawarkan program hibah Asian Development Bank (ADB) yang sebenarnya tidak pernah ada. Ia menyasar sekolah-sekolah yang “berminat” mengikuti sosialisasi. Setiap sekolah diminta membayar biaya administrasi antara Rp50 juta hingga Rp75 juta.
Selain sekolah, terdakwa juga mengincar para pengusaha. Ia mengiming-imingi mereka dengan proyek fiktif. Erik Lionanto, seorang pengusaha dari Jakarta, menjadi salah satu korban yang mengalami kerugian besar.
Kerugian Belasan Miliar dan Korban Nasional
Dalam persidangan, fakta kerugian terungkap secara jelas. Korban mencapai lebih dari 700 SMK dari Sabang sampai Merauke. “Korbannya hampir di seluruh Indonesia setiap sekolah, dan jumlahnya mencapai 700-an lebih sekolah,” kata Erik Lionanto, pelapor kasus ini.
Erik juga menjelaskan kerugian pribadi yang sangat besar. Ia menyampaikan, “Saya dijanjikan mendapat pekerjaan di 8 SMK, dan saya menebus Dipa untuk proyek tersebut.” Dari dua kali pertemuan dengan terdakwa, kerugiannya mencapai Rp1,6 miliar.
Kerugian ini menjadi salah satu sorotan majelis hakim karena menunjukkan skala kejahatan yang sangat luas. Publik pun merasa bahwa dunia pendidikan telah dicoreng oleh aksi penipuan yang memanfaatkan atribut resmi negara.
Keterlibatan Sindikat dan Rekam Jejak Residivis
Selain bertindak sendiri, Edison bekerja bersama rekan-rekannya. Ia didakwa melakukan penipuan bersama Romasta Sibuea (DPO) dan Muhammad Solihin (DPO). Keterangan saksi dan terdakwa menunjukkan keterlibatan beberapa pihak dalam alur penipuan.
Jaksa menilai Edison dan Solihin berkolaborasi. Mereka membagi hasil dari pungutan sekolah dan para pengusaha. Terdakwa sendiri mengakui bahwa ia menerima lebih dari yang disebutkan sebelumnya. Erik menyatakan, “Dalam persidangan terdakwa mengakui bukan hanya menerima Rp3 juta, melainkan Rp15 juta untuk setiap paket yang berhasil dijual kepada sekolah.”
Selain itu, Edison memiliki rekam jejak kriminal. Ia pernah divonis 2 tahun oleh Pengadilan Negeri Ciamis atas kasus penipuan dengan modus yang mirip. Fakta ini memperkuat bahwa ia melakukan kejahatan berulang dan terencana.
Respons Para Pihak Usai Putusan
Usai pembacaan putusan, JPU menyatakan pikir-pikir. Hal yang sama disampaikan oleh pihak terdakwa. Keduanya masih mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya, termasuk mengajukan banding.
Sementara itu, Erik Lionanto menilai putusan tersebut belum mencerminkan besarnya dampak kejahatan. Ia menegaskan bahwa perbuatan Edison telah merusak kepercayaan publik. Ia berkata, penipuan ini “telah mencoreng dunia pendidikan Indonesia yang sedang disorot dunia.”
Edison dijerat Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 tentang penipuan bersama-sama. Jaksa juga menyiapkan dakwaan alternatif Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 tentang penggelapan bersama-sama.(Red)





